Thursday, November 29, 2007

Buku Baru & CUTI...

Escaping the Resource Curse, Ini buku baru terbitan tahun 2007, saya pesan lewat Amazon UK, harganya sama ongkos kirim dan VAT sekitar 36 euro. Saya suka judulnya dan salah satu editornya (Prof. Stiglitz) yang sempat ramai ketika mendukung langkah nasionalisasi versi Bolivia beberapa waktu yang lalu.

Menarik ternyata ide awal penulisan buku ini salah satunya dari George Soros (dengan kapasitasnya sebagai Chairman and Founder of the Open Society Institute), tidak heran kalau kata pengantarnya dari doi. Saya kutip paragraf awal dari kata pengantarnya: “resource curse” is the term used to describe the failure of resource rich countries to benefit from their natural wealth. Perversely, many countries rich in natural resources are poorer and more miserable than countries that are less well endowed…

Buku ini terdiri dari kumpulan tulisan dari beberapa pakar, David Johnston (kembarannya Daniel) nyumbang satu tulisan, judulnya “How to Evaluate the Fiscal Terms of Oil Contract”, isinya hampir sama dengan bukunya Daniel, hanya ada beberapa update khususnya mengenai: Saving Index, Effective Royalty Rate (ERR) dan Access to Gross Revenue (lihat posting2 saya sebelumnya kalau ingin tahu detail “binatang” apa ini). Tulisan2 lain kalau dilihat judulnya juga kelihatannya menarik, saya baru sempat lihat tulisannya Joseph Stiglitz di bab 2, judulnya “What is the Role of the State”, saya bacanya agak pelan2, karena surprise, tulisan profesor ini agak sangar juga, dimana dia membahas kasus2 “cheating” yang dilakukan IOC besar, dia juga membahas bahwa “suksesnya” renegosiasi kontrak2 lama di Amerika Latin, menunjukkan keyakinan dia bahwa selama ini mereka (host countries) ditipu (sama IOC)…

Bab lain belum sempat disentuh, kayanya kerjaan numpuk karena 2 minggu lagi saya mau cuti pulang kampung, beberapa kerjaan harus diselesaikan sebelum terbang ke Jakarta. Paling nggak buku ini bisa dibaca di pesawat atau dijadiin tambahan bantal kalau nggak sempat. Pengalaman menunjukkan kalau kita bawa buku, 99% malah nggak akan sempat dibaca, apalagi pas cuti, banyak urusan lain yang lebih menarik he he.. So, Off dulu barang sebulan, lupakan urusan kontrak migas, fiscal terms, harga minyak, dan lain lain… mending mikirin dimana cari makanan enak di kampung......he he.

Tuesday, November 27, 2007

Thinking Out of the Box

Dari tagboard, Zaki: Mas Benny, barusan di detikcom diberitakan bahwa BPMIGAS mengusulkan agar drilling dikeluarkan dari komitmen eksplorasi, sehingga masa eksplorasi bisa cuma 3 th saja. Kalo dari kasus2 di negara lain, apakah skema ini cukup umum dipakai dan bagaimana pro & cons-nya? Thx

-----
Saya copy- paste artikel detikcom tersebut dibawah ini:

Selasa, 27/11/2007 14:57 WIB
BP Migas Usulkan Pengeboran Tak Masuk Komitmen Eksplorasi
Alih Istik Wahyuni - detikfinance

Jakarta - BP Migas mengusulkan agar pengeboran dikeluarkan dari komitmen masa eksplorasi. Dengan demikian, masa eksplorasi bisa diperpendek dari 10 tahun menjadi hanya 3 tahun. "Kita usulkan begitu. Eksplorasi komitmennya tidak usah sampai pemboran," kata Kepala BP Migas Kardaya Warnika usai penandatanganan Pakta Integritas di gedung Patra Jasa, Jakarta, Selasa (27/11/2007).

Komitmen eksplorasi saat ini terdiri studi geologi, geofisik, seismik, dan pengeboran. Jangka waktu yang diberikan adalah 6 tahun dan bisa diperpanjang 4 tahun jadi 10 tahun. Menurut Kardaya, mekanisme seperti itu menyulitkan investor dan pemerintah. "Kalau dari seismik diperkirakan ada minyaknya pasti dibor tapi kalau tidak ada tandatanda, ya tidak akan dibor. Kalau belum tahu ada apa-apa, ternyata kosong, ya hanya orang gila aja yang ngebor," katanya.

BP Migas mengusulkan masa eksplorasi hanya 3 tahun. Jika ditemukan migas baru dibor, jika tidak maka harus dikembalikan ke pemerintah lalu bisa ditawarkan lagi ke orang lain. "Jangan sampai dia nggak bisa, orang lain nggak bisa masuk," katanya.

------------------------------------
Kembali ke pertanyaan mas Zaki, Kalau saya melihatnya begini, saya kira BP Migas yang hari2 nya berinteraksi dengan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) tahu persis permasalahan yang terjadi, kendala apa saja yang dihadapi KKKS dalam memenuhi komitmen eksplorasi selama ini. Sehingga perlu dicari terobosan, namanya mau nerobos, jalan berpikirnya harus “out of the box”. Namanya alternatif pasti selalu ada plus minusnya.

Saya belum sempat cek satu per satu bagaimana komitmen eksplorasi di negara lain, yang pasti kalau komitmen eksplorasi umumnya termasuk mengebor sekian biji sumur eksplorasi. Kondisi idealnya memang seperti itu, karena namanya cadangan baru bisa di konfirmasi tentu setelah ada pemboran. Namun sekali lagi kita perlu melihat apa kendala yang dihadapi KKKS, seperti kata Kepala BPMigas, kalau KKKS belum “mantab yakinnya”, kenapa mesti dipaksa ngebor. Menurut saya ini perlu untuk menggairahkan aktivitas eksplorasi khususnya di daerah “sulit”.

Bila perlu tidak berhenti sampai disini, perlu pemikiran “out of the box” lainnya, misalnya (kaya’nya saya pernah posting sebelumnya), ide untuk memberi kesempatan pada konsorsium perusahaan minyak (yang sudah punya blok berproduksi) ngebor wildcat di daerah yang “konon kabarnya” ada minyak atau gas nya. Caranya: suruh eksplorasi dan ngebor satu sumur, biayanya masuk cost recovery dari existing block (kalau PSC normal khan nggak bisa masuk cost recovery, tunggu produksi dulu, lihat posting mengenai ringfencing). Nah untuk kasus ini monggo dikasih insentif “ngebor satu (atau dua) sumur wildcat gratis”. Menurut saya ini juga terobosan, kalau hasilnya (ngebor tersebut) positif, pemerintah bisa negosiasi dengan kontraktor dengan posisi tawar menawar yang jauuuh lebih baik. Pemikiran “out of the box” seperti ini sudah lama beredar di kalangan orang migas, saya nggak tahu bagaimana kelanjutannya. Memang ada yang argue, wah kalau nggak ketemu pemerintah penghasilannya berkurang karena cost recovery naik, ya so pastilah broer, cuma kalau sebaliknya, ada discovery, syukur syukur kaya lapangan Tupi di Brazil yang menghebohkan itu, khan lumayan.

Thinking Out of the Box yang lain? (ini misalnya): bagaimana caranya nge-push KKKS segera memproduksikan lapangannya yang masih nganggur, saya kira untuk saat ini masalah keekonomian bisa dilupakan dulu, dengan harga minyak yang cenderung terus tinggi, semuanya sudah ekonomis-lah. Nggak ada resouces/manpower? suruh yang lain ngerjain, belum ada mekanismenya, gimana dong?, ya namanya “out of the box”, bebas aja mikirnya dulu. Jangan belum apa2 udah, “wah ini sulit..”, “kalau itu nggak mungkin”. Cara berpikir “out of the box” itu perlu, tentu dalam rangka memberikan yang terbaik untuk negara. Ibaratnya kalau mikirnya “sekitar situ aja”, ya hasilnya juga “segitu gitu aja” hehe. So let’s think out of the box..

Sunday, November 25, 2007

Economic Rent di Industri Migas

Konsep yang penting dipahami ketika kita membahas aspek kontrak perminyakan adalah Economic Rent. Konsep ini awalnya mengacu ke teori David Ricardo, untuk yang tertarik analisa Ricardo, bisa baca detail di bukunya beliau Principles of Political Economy and Taxation, bab 2 dan Bab 3 (Rent dan Rent on Mines).

Saya akan fokus ke konsep economic rent untuk industri migas khususnya. Sebagaimana diketahui bahwa migas dan kekayaan alam lainnya adalah milik negara, setiap negara tentu punya beberapa tujuan dalam rangka pengembangan migas di negara masing masing, tidak bisa dipungkiri dalam beberapa hal, bisa terjadi konflik diantara tujuan tersebut. Namun satu hal yang hampir pasti serupa adalah tujuan utamanya, yaitu: memaksimalkan economic rent.

Dari studi literatur yang saya lakukan ada 2 buku yang sangat baik mendefinisikan economic rent dalam industri migas. Pertama: Alexander Kemp di bukunya "Petroleum Rent Collection Around The World" (1987), saya kutip sebagai berikut:

"The economic rents from petroleum exploitation are the returns accruing to investor over and above those costs necessary to sustain (1) ongoing production from existing fields, (2) the development of new but discovered fields and (3) new exploration. Measurement of the rents requires knowledge of the costs of finding, developing and operating production profiles, oil prices and investors' discount rates. This is a demanding list of requirements, but if inaccurate measures are employed by governments, the economic distortion can then arise."

Definisi yang lain dari Daniel Johnston, di bukunya International Fiscal System and Production Sharing Contract (1994), sebagai berikut:

"
The economic rent in the petroleum industry is the difference between the value of production and the costs to extract it. These costs consist of normal exploration, development and operating cost as well as an appropriate share of profit for the petroleum industry. Rent is the surplus. Economic rent is synonymous with excess profits. Governments attempt to capture as much economic rent as possible through various levies, taxes, royalties and bonuses"

Gambar diatas saya ambil dari bukunya Daniel Johnston, gambar ini menunjukkan bagaimana alokasi Gross Revenue dari produksi migas, Rent disini tidak lain adalah Government Take. Konsep economic rent penting dipahami oleh kedua belah pihak (host country dan contractor atau perusahaan migas) khususnya ketika men-disain formulasi fiscal terms yang optimum. Host country tentu berusaha memaksimalkan GT namun pada saat yang sama fiscal terms tersebut harus cukup menarik buat investor. Prakteknya tentu nggak segampang ini…

Tuesday, November 13, 2007

Perdagangan minyak

Dari tagboard Mas Edy Purnomo: Yth Mas Benny saya wartawan di Investor Daily, Jakarta. Beberapa hari ini kami menurunkan berita-berita soal minyak termasuk, proses ekspor impor. Beberapa kalangan menilai Indonesia selama ini salah dalah menerapkan kebijakan ekspor-impor minyak yang melalui trader atau broker. Pertanyaannya, Benarkah impor minyak harus melalui trader dan tak bisa langsung dilakukan? Bagaimana sebenarnya prosedur perdagangan minyak mentah dan BBM di dunia selama ini. Bisakah mas menjelaskan ke saya soal seluk beluk perdagangan minyak? Siapa saja pemain yang mempengaruhi harga minyak? terima kasih.

------------------
Urusan perdagangan minyak ini emang agak kompleks mas, kita bahas yang simpel dulu:

Dari jenis perdaganganya: crude oil atau bisa juga petroleum products. Trading centernya, antara lain: Houston, New York, London. Geneva, Rotterdam, Tokyo dan Singapore. Pemainnya siapa aja? Integrated Oil Companies (IOC dan NOC), consumers, refiners, traders, dan lain lain. Kalau kita ngomong crude beneran (physical), maka delivery-nya bisa dibagi lagi: terms contract dan spot sale. Sebenarnya ada lagi, yaitu: forward, futures dan Derivates, tapi nggak usah kita bahas karena nggak begitu relevan dengan pertanyaan Anda.

Gambar diatas saya kutip dari RIM, secara garis besar untuk bisnis minyak mentah (crude oil), mereka bagi 4 pemain intinya, yaitu: Producer, perusahaan yang produksi dan ekspor minyak mentah, Equity Holder - Perusahaan yang punya interest atau share lapangan minyak (tapi bukan sebagai operator), Oil Trader - Perusahaan yang kerjaannya beli dan jual minyak mentah di pasar internasional. Oil Refiner – Perusahaan yang beli minyak mentah untuk diolah lebih lanjut jadi petroleum products.

Untuk bisnis petroleum products, gambarnya seperti dibawah ini:

RIM secara garis besar membagi mereka menjadi 3 pemain, yaitu: Singapore Refiner – Kilang Singapore yang menghasilkan dan menjual oil products, kadang kadang juga beli oil products buat jaga jaga kalau shortfalls. Oil Trader - sama dengan definisi sebelumnya. Importer – Perusahaan diluar Singapore yang beli petroleum products (FOB Singapore basis) untuk dijual lagi di pasar domestik.

Pada umumnya, producer atau Integrated Oil Companies punya anak perusahaan atau divisi atau apalah istilahnya, yang ngurusini trading sendiri.

Untuk harga, mereka ini pada dasarnya tidak bisa mempengaruhi, ngikut aja harga yang nantinya akan terjadi sesuai dengan terms jual belinya. Berapa? ya mengikuti benchmark harga tertentu, plus atau minus sesuai grade, timing dan lain lain.

Disini broker emang nggak kelihatan, intinya broker itu khan “membantu” karena dia tahu pasar, pada umumnya broker ini pentolan, pensiunan trader atau orang cargo yang udah kenal medan-lah. Modalnya (kasarnya) cuma telpon aja sana sini (karena punya networking tentunya), kontak traders yang punya cargo crude atau products, dimana posisinya, hitung2 kapan bisa barangnya nyampe, gimana terms-nya, terus telpon traders lain lagi, sama juga cek cek term-nya gimana (lumayan khan dapet sekian cent per barrel sebagai komisi broker). Kalau kita nggak ngerti pasar, ya perlu pakai broker. Kaya mau beli rumah atau tanah, kalau nggak paham lokasinya, ya apa boleh buat pakai broker, kalau udah paham ya nggak perlu, jalan sendiri aja (dalam bahasa oil tradingnya: serahkan aja ke trader kita).

Mungkin ada teman “oil traders” yang bisa memberikan tambahan pengalamannya?

Saturday, November 10, 2007

Model yang pas, ada nggak?

Dari tagboard, pertanyaan Mas Agus: Mas Benny, Bagaimana pandangan mas Benny mengenai Bagi hasil migas untuk RI sekarang ini? Apakah sudah sesuai? Bagaimana kalau direvis/?perbaiki? Apakah bisa sampai Atribase? Menurut mas Benny, Bagaimana bentuk bagi hasil yang memihak Gov tapi bisa menarik investor? Terima Kasih mas

--------
Pertanyaan Mas Agus nih gampang2 susah, kalau dibilang udah sesuai, berarti kesannya nggak perlu ngapa2 in lagi, kalau dibilang belum sesuai, berarti perlu dipikirkan gimana caranya biar sesuai.. terus bagaimana cari model yang pas buat kedua pihak, susah kan?

Mulai dari mana nih, untuk sementara kita lupakan dulu masalah sesuai vs. tidak sesuai, arbitrase, model yang pas..sekarang kita lihat trend nya dulu bagaimana. Kalau kita bicara kontrak, bisa kita bagi dua, kontrak blok (Wilayah Kerja) yang sedang berjalan (existing) dan blok yang belum ada yang garap.

Untuk kontrak yang existing, kalau kita lihat strategi host country di mancanegara saat ini (yang dipicu oleh kenaikan harga minyak), berdasarkan pengamatan, saya kategorikan menjadi 3 strategi (lihat gambar). Strategi I, Keep As Is, artinya ya udah biarin aja, tidak ada perubahan sampai kontrak berakhir. Perubahan baru dilakukan pada saat kontrak berakhir, tentu saja umumnya pada saat perpanjangan kontrak tersebut, terms and conditions nya diubah menjadi lebih baik buat host country. Mengenai dilema perpanjangan kontrak bisa dilihat di posting saya sebelumnya disini.


Strategi II adalah melakukan apa yang disebut dengan negosiasi ulang secara kekeluargaan (Friendly Renegotiation), pada dasarnya melalui strategi ini, host country menghimbau IOC untuk “secara arif dan bijaksana” (duh.. bahasanya kaya bahasa anggota dewan..) membagi bagian dari profit oil mereka. Tentu berapa besarnya dapat disepakati melalui pembicaraan yang transparan dari kedua belah pihak. Strategi III agak “preman” sedikit, artinya host country “memaksa” IOC untuk mengurangi porsinya secara signifikan, kalau nggak mau, silahkan keluar. Strategi III ini dilakukan oleh beberapa negara Amerika Latin: Venezuela, Bolivia dan Equador. Strategi II, untuk contoh bisa disebutkan misalnya: Algeria dan Alberta, Canada, juga UK serta beberapa negara Caspian. Sebagian besar host country yang lain (paling tidak sejauh ini) memilih Strategi I.

Kalau kita kaji lagi, salah satu alasan mengapa negara negara Amerika Latin melakukan strategi III, tidak lain karena memang kontrak mereka itu sebelumnya relatif lunak (terlalu jor jor-an buat kontraktor), itu juga tidak terlepas dari permainan antara oknum pejabat mereka zaman dahulu dengan IOC (lihat posting saya sebelumnya mengenai kasus PDVSA, disini). Strategi II bisa dilakukan dengan meminta tambahan share buat host country melalui “windfall profit tax”.

Sekarang kita kembali ke PSC kita (model “bagi hasil” PSC kita sebenarnya banyak, lihat posting saya di kilas balik PSC kita, disini). Untuk PSC standard, dari pembagian profit, kita dapat 85% (biasa disebut Government Take/ GT). Kalau kita bandingkan secara umum di mancanegara, angka ini termasuk tinggi, rata rata GT negara lain sekitar 60% sampai 70%. Sebenarnya kalau kita lihat dari GT itu, kita sudah okelah. Kelemahan sistem kita itu karena pembagiannya fixed (tidak bergantung keuntungan), jadi pada saat harga minyak naik, GT ya tetap sebesar itu (jelasnya lihat posting sebelumnya disini).

Kembali ke pertanyaan Mas Agus,
Sesuai nggak? Dari sisi GT ya cukup OK. Tapi sayangnya kalau keuntungan meningkat, GT nya segitu terus, nah sekarang ada nggak perusahaan minyak (IOC) yang ngebayangin pada waktu mereka investasi 10-15 tahun lalu harga minyak akan mencapai level seperti sekarang ini. Bayangin dulu waktu IOC investasi berapa kira kira asumsi harga minyak mereka (baik harga nominal maupun real), saya kira jauh dari kondisi sekarang. Jadi tidak bisa dipungkiri kalau mereka menikmati kenaikan harga minyak tinggi ini. Bagaimana kalau dilakukan Strategi II? Ya boleh boleh aja, khan kekeluargaan ini, nggak maksa. Bentuknya apa? Bisa tambahan tax (apapun namanya), bisa juga berupa bonus, kan kita udah kenal dengan bonus produksi (kalau mencapai kumulatif produki tertentu), nah ini bisa aja diberikan “bonus harga minyak tinggi”, pada saat harga minyak mencapai level tertentu. Strategi III? Kalau saya nggak terlalu semangat dengan yang ini, lebih banyak masalah dalam jangka panjang, kecuali kalau kita mau tertutup, nggak perlu investor asing lagi. Begitu kita apply strategi III, dijamin kalau kita buka penawaran blok, apa masih ada investor yang mau, apa kita mau ekplorasi migas pake duit negara?

Belajar dari kecenderungan yang terjadi, sepertinya kita perlu meng-improve terms dan conditions (T&C) untuk penawaran blok baru maupun perpanjangan. Sedemikian rupa T&C tersebut fleksibel terhadap keuntungan (gampangnya terhadap harga minyak). Tetapi tetap saja pegangannya: “one-size fits all model does not exist”, jangan pernah membayangkan kita punya satu model untuk semua situasi, karena kita ketahui resikonya juga beda beda (deepwater, EOR, marginal, heavy oil,etc), tentu nggak bisa dipukul rata, semua perlu model “bagi hasil” yang sesuai dengan resiko nya masing masing.

Thursday, November 08, 2007

Harga minyak & spekulan

Pertanyaan dari Mas Adjie di tag board: Mas Benny, katanya salah satu penyebab harga minyak naik karena ulah spekulan, bisa diberi gambaran sedikit mekanismenya? Thanx
------

Coba lihat posting2 saya sebelumnya yang ada basic tentang futures oil market, coba baca juga artikel bagus dari washington Post (5 Nov 2007) : “Oil's Recent Rise Not as Familiar as It Looks - Traders, Not Political or Supply Concerns, May Be Pushing Fuel Toward $100ini link-nya.

Pada umumnya yang dimaksud spekulator dalam "crude oil papers" itu adalah kelompok yang tidak ada hubungannya dengan transaksi crude beneran. Mis; hedge, pension fund, etc. Transaksinya dicatat sebagai "non-commercial" oleh CFTC, Oleh karena itu non-commercial ini dianggap sebagai proxy spekulator. Analis berusaha mencari hubungannya dengan harga minyak, misalkan dengan membuat plot: harga minyak (WTI) thd transaksi non-commercial, harga minyak thd open interest volume dan lain lain.

Mengapa spekulasi kena getahnya dan dituding ikut2 bikin melonjaknya harga minyak? Beberapa tahun belakangan para pemain di futures markets ini meningkat sekitar empat kali lipat dibanding 10 tahun yang lalu, begitu pula transaksi untuk kontrak “non-commercial”. Beberapa studi menyebutkan bahwa hanya melihat fundamental penawaran vs. permintaan di “physical market” tidak memberikan gambaran “oil market” yang utuh tanpa membahas pengaruh “paper market”. Oleh karena itu, sebagian analis percaya bahwa meningkatnya transaksi spekulan ini berpengaruh terhadap peningkatan harga, walaupun susah dihitung secara kuantitatif berapa besar pengaruh kenaikan harga akibat “ulah” spekulan ini.

Namun banyak juga studi yang menyimpulkan sebaliknya, bahwa spekulan tdak banyak berpengaruh terhadap harga minyak, tetapi yang terjadi adalah harga minyak yang mempengaruhi spekulan.. kaya ayam sama telor… siapa duluan?

Analis yang mem-plot harga minyak dengan transaksi non-commercial maupun volume open interest, bisa menunjukkan hubungan bahwa pada periode tertentu ada korelasi positif, namun pada periode lain tidak ada korelasinya..

Saya ingat salah satu presenter (lupa namanya) waktu workshop financial market and oil prices tahun lalu, dia bilang: pengaruh (spekulan thd harga minyak) sangat komplek, tidak bisa dilihat hubungannya melalui korelasi dan regresi yang sederhana. Saya kira pendapat mister ini bener juga, realitas terkadang terlalu sulit dimodelkan melalui plot plot yang sederhana.

Sunday, November 04, 2007

Peak Oil - Kapan?

Ini topik kontroversial, tidak ada salahnya kita bahas. Sebagaimana diketahui, minyak itu termasuk golongan “non-renewable resources”, kalau kemudian timbul teori ataupun konsep bahwa (nantinya) akan tercapai peak, tentu bukan suatu yang mengherankan. Konsep “peak oil” sendiri dikaitkan dengan Hubbert's curve. Tahun 1960-an, Hubbert, American geologist, mencoba mem - forecast kapan terjadi peak production di US. Dari data yang berhasil dikumpulin, dia memperkirakan peak oil itu akan terjadi awal tahun 70-an. Kontribusi Hubbert ini patut dihargai, walaupun metodologinya banyak kelemahan disana sini.

Untuk global oil production, ada beberapa pakar, seperti: Colin Campbell, Kenneth Deffeyes, dan lain lain (lihat disini) yang senang memperkirakan kapan terjadinya peak, tapi begitu pas kejadian, ternyata produksi global terus naik, maka mereka merevisi lagi kapan terjadinya peak, begitu seterusnya. Campbell semula memperkirakan peak tahun 2004, kemudian di revisi 2010, kelihatannya ini akan direvisi lagi. Kritik terhadap para ”peakists” ini adalah tidak ada penjelasan begitu ramalan meleset, selain membuat ramalan baru!.

Sekarang mari kita berandai andai, bayangkan kita punya data production profile field by field, country by country, baik existing field maupun future development. Kemudian kita plot, dari situ kita akan ketemu kapan produksi dunia ini akan mencapai peak-nya. Selesai urusan? Tergantung urusannya, kalau urusan dianggap simpel, ya selesai. Masalahnya kenyataan selalu tidak sederhana.

Tidak sederhana kenapa? Ada beberapa point, antara lain:

Terkadang para peakist tidak memasukkan aktivitas eksplorasi, jadi melulu melihat development dari cadangan yang sudah ditemukan. Memang ada argumen, dari sesi volume, temuan cadangan belakangan ini relatif rendah. Namun hal itu tidak disebabkan karena kehabisan prospek untuk menemukan cadangan, tapi lebih disebabkan karena investasi di sektor eksplorasi, pengembangan dan produksi. Budget untuk eksplorasi cenderung turun. Logikanya, dalam era harga minyak tinggi, mungkin IOC secara ekonomi tentu lebih termotivasi untuk fokus ke pengembangan dan produksi. Alasan lain? Seperti kita ketahui access ke resources bagi IOC makin terbatas.

Kapan terjadinya peak tentu harus melihat bagaimana peran dari unconventional oil (extra heavy oils, oil sands, ultra deepwater, etc), mengingat cadangan in-place nya besar, kalau ini masuk, tentu akan membuat peak oil molor lagi.

Istilah cadangan (reserves) cukup kompleks, banyak istilah istilah, seperti: proven, probable, possible, P1, P2, P3. Ultimate Recoverable Reserves (URR) itu sendiri dinamis, berubah ubah dengan bertambahnya data atau informasi baru. Kalau pada saat pengembangan awal asumsi cadangan P1, bisa jadi setelah ditambah informasi baru (dari sumur2 yang dibor), cadangan bisa di revisi jadi P2 (tentu bisa juga mengecil kurang dari P1). Decline curve juga unik untuk masing masing field.

Last but not least, tentu 2 faktor penting lain yaitu: investasi & teknologi, dua dua bisa memperlambat kapan terjadinya peak oil

Dalam kasus ini kita hanya melulu melihat dari sisi kemampuan supply, kita nggak ngomong urusan geopolitik (perang dan lain lain), juga faktor bencana alam.

Kembali ke kapan peak oil? Mungkin kita bisa balik bertanya, apa perlu menebak kapan terjadinya? Mengingat tebak2an sebelumnya lebih banyak meleset tanpa bisa menjelaskan kenapa meleset.

Kawan saya kalau ditanya kapan peak oil, dia jawabnya santai: peak oil itu kaya' kematian, suatu saat akan terjadi, tapi kapannya kita nggak tahu, apa perlu mem-forecast kematian he he?.

Olivert Appert dari IFP mungkin bisa memberi pencerahan buat yang merasa perlu menebak kapan peak oil, dia bilang: An optimist and a pessimist will obtain very different numbers that will yield very different peak oil dates. This peak could happen tomorrow or not until 2048, depending on the expert.

Jadi selanjutnya tergantung ente, masuk golongan yang pesimis apa optimis, atau golongan netral alias emang gue pikirin he he..!