Monday, September 22, 2008

PSC standard (masih) yang paling "win-win"?

Ada saatnya kita males nulis, seperti bulan September ini, rasanya mood nulis nggak ada. Bisa jadi karena jam kerja berubah, pulang lebih cepat (15:30), disini buka puasa jam 19:00 lewat. Karena temperatur sudah mulai dingiin, pas pulang kantor, sambil nungguin buka, bawaannya pingin tidur melulu..

Tapi saya masih rajin nimbrung di beberapa milis, khususnya kalau ada topik yang menarik. Salah satu topik yang saya selalu tergerak untuk nimbrung itu adalah topik mengenai kontrak migas.

Diskusi kontrak migas di milis masih tetap hangat. Usaha teman teman untuk mencari model yang lebih baik patut diberikan apresiasi. Tetapi setelah beberapa alternatif diajukan, kemudian diuji, ternyata model yang maunya dibikin simpel ini (menurut saya) masih tidak lebih baik dari PSC yang kita pakai. Ada kolega bertanya, apakah memang model PSC kita sekarang ini ada yang salah? atau jangan jangan nggak ada yang salah, tetapi kita sendiri yang mempunyai persepsi bahwa ada yang salah.

Cost recovery

Tak bisa dipungkiri, pemicu dari keinginan untuk segera memperoleh model baru adalah kekecewaan terhadap apa yang namanya cost recovery. Dari awal saya mulai menulis di blog mengenai cost recovery, saya katakan bahwa istilah ini yang sering memicu awam untuk salah kaprah. Jadi jangan heran, ketika orang kemudian berbondong mencari suatu sistem yang tidak ada cost recovery-nya.

Dalam salah satu tulisannya, guru saya (Prof Widjajono Partowidagdo) menulis: …Pendapat yang mengatakan bahwa Konsesi atau Kontrak Karya adalah Non Cost Recovery adalah keliru. Selama ada pajak, maka ada cost recovery. Karena pajak dihitung dari Revenue dikurangi recoverable cost.......

Saya kira disini Mas Wid ingin mengatakan bahwa semua kontrak itu ada "cost recovery" nya. Mau pindah model apapun (selama ada pajak), ya tetap ada "cost recovery". Memang namanya mungkin tidak secara spesifik disebut cost recovery.

Metoda Alternatif

Beberapa alternatif telah diajukan teman teman dalam upaya “menghapus” cost recovery dengan berbagai macam nama dan istilah. Sejauh ini usulan usulan itu belum memuaskan karena teman teman tidak dapat membuktikan bahwa model usulan tersebut lebih baik dari PSC standard kita, kecuali dengan janji bahwa model tersebut jauh lebih simpel dan jauh dari fitnah.

Saya ikut aturan yang berlaku international sajalah, baik buruknya model ukurannya Government Take (GT) dan parameter ekonomi lainnya. Saya juga tidak melihat hubungan kalau model simpel menjamin tidak ada fitnah. Kalau sekarang yang jadi biang keributan cost recovery, bisa jadi model simpel nanti yang jadi biang keributan adalah pembagian split. Wallahualam!

Dari hasil simulasi yang dilakukan teman milis membuktikan bahwa model ”non cost recovery” usulan mereka hanya baik pada saat harga minyak rendah dan akan lebih jelek dari model PSC standard pada saat harga minyak tinggi. Lihat gambar?

Ilustrasi mirip2 seperti ini sebenarnya sudah pernah saya posting sebelumnya. Logik nya begini: Model non cost recovery, yang mengambil pembagian langsung dari gross revenue dan model alternatif lain yang mirip mirip. Pada kondisi harga minyak kurang bagus, akan bagus buat Gov RI tapi jelek buat kontraktor. Kenapa? karena: Gross Revenue kecil, share yang didapat IOC jadi "nggak nendang" untuk me recover cost, karena model alternatif tersebut secara tidak langsung mempunyai "cost recovery limit" yang sangat besar buat Kontraktor (IOC). Konsekuensinya: IOC harus bersabar meng carry over cost mereka ke tahun2 berikutnya, implikasi selanjutnya jelas urusannya dengan "time value of money" yang dicerminkan oleh rendahnya parameter ekonomi spt ROR dan teman2 nya. Kalau ROR dibawah MARR, pilihannya tinggal dua: batal atau negosiasi ulang.

Sebaliknya kalau harga minyak bagus (atau sangat bagus), gross revenue tinggi, share contractor juga tinggi, cost yang dikeluarkan kontraktor menjadi tidak signifikan dibanding revenue share mereka, akibatnya: terjadi "excessive profit" buat kontraktor, makanya dari simulasi diperoleh bahwa Gov Take akan jelek (dibanding PSC standard) pada saat harga minyak bagus.

Saya pernah mengatakan bahwa sebenarnya PSC sekarang lebih "win win", artinya pada saat kondisi harga minyak kurang bagus, kontraktor masih bisa jalan karena proyek masih ekonomis (ROR >= MARR). Hal ini karena cost recovery limit mereka hanya dibatasi FTP, sementara pada saat harga minyak tinggi, Gov Take akan lebih baik dibanding model2 alternatif tersebut. Tentu saja ROR kontraktor naik juga, tapi ya nggak berlebihan sepertt model alternatif diatas.

Kalau boleh membuat analogi kira kira begini: misalkan Anda seorang pemuda yang sudah cukup lama pacaran, belakangan ada masalah sedikit, namanya juga orang pacaran. Kemudian Anda mencoba melirik beberapa pemudi lain siapa tahu lebih OK, tapi setelah dijajaki, kok nggak lebih baik dari pacar yang sekarang. Apa perlu Anda pindah ke lain hati? Tentu analogi ini hanya untuk Anda masih bujangan lo ha ha....!!