Penetapan besarnya harga minyak merupakan hal yang sangat penting mengingat berapa besar harga minyak berpengaruh terhadap pembagian produksi (lifting) antara Kontraktor dan pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah mengambil peran dalam penetapan metoda perhitungan harga minyak mentah Indonesia (ICP).
Penentuan harga minyak di pasar internasional sebagaimana kita ketahui merupakan masalah yang kompleks, lihat posting posting sebelumnya tentang harga minyak
Formula ICP
Perhitungan ICP saat ini mengikuti formula tertentu yang merupakan harga rata rata tertimbang dari sumber yang kompeten dalam perdagangan minyak internasional, antara lain: Platts, RIM dan APPI.
Platts adalah penyedia jasa informasi energi terbesar di dunia, jasa informasi tidak terbatas pada minyak, namun juga gas alam, kelistrikan, petrokimia, batubara dan tenaga nuklir.
RIM Intelligence Co, adalah badan independen yang berpusat di Tokyo dan Singapore, mereka menyediakan data harga minyak untuk pasar asia pasific dan timur tengah.
APPI (Asian Petroleum Price Index), menggunakan sistem panel (panel pricing) dimana penentuan harga minyak dilakukan oleh partisipan pelaku industri (seperti: trader, refiner dan producer). APPI dikeluarkan oleh SeaPac Services di Hongkong. APPI dianggap sebagai mekanisme penentuan harga yang standar untuk wilayah Asia Timur.
Formula harga minyak ICP terus mengalami perubahan, sebelumnya formula ICP:
ICP = 40% Platts + 40% RIM + 20% APPI.
Sejak Oktober 2006, Indonesia mengubah bobot perhitungan ICP, dimana persentase APPI berkurang, formula menjadi:
ICP = 47.5% Platts + 47.5% RIM + 5% APPI
Sejak Juli 2007 (?), APPI di-drop, sehingga ICP menjadi 50:50 untuk Platts dan RIM.
Pertanyaan: Kenapa sich APPI akhirnya di drop? Salah satu alasan mengapa APPI tidak dipergunakan lagi adalah karena rendahnya harga minyak hasil assessment APPI tersebut. Kelemahan sistem panel APPI terletak pada masalah transparansi dan kemungkinan adanya kecenderungan untuk terjadi manipulasi. APPI menggunakan sekitar 70 panelis dari perusahaan kilang (refiners) di Asia pasifik, produsen minyak mentah (producers) dan pedagang (traders). Effisiensi dari sistem panel mengandalkan pada variasi perwakilan partisipan dalam pasar minyak mentah tersebut, apabila tidak seimbang, bisa menimbulkan distorsi. Sebagai contoh: Perusahan minyak internasional (IOC), mereka bisa mewakili ketiganya, yaitu: sebagai produsen, sebagai trader dan juga sebagai refiner, hal seperti ini bisa membuat distorsi harga yang cenderung akan membela kepentingan partisipan tertentu.
Pricing harga minyak “rendah” cenderung lebih disukai oleh IOC, mengapa? Pertama sebagai produsen, apabila mereka menggunakan model kontrak PSC di negara produsen, dengan harga minyak yang relatif lebih rendah, maka IOC tersebut dapat mengklaim volume minyak mentah lebih banyak dari mekanisme cost recovery (IOC bisa lifting lebih besar dengan harga minyak lebih rendah). Kedua sebagai refiner, tentu mereka lebih suka dapat minyak mentah dengan harga yang lebih “rendah”.
Kalau ada distorsi harga, tentu ada efek juga ke ICP, kalau pas harga minyak lagi tinggi, efeknya lumayan juga (walaupun bobotnya cuma 5%). Disamping itu hitungan ICP ini urusannya kemana mana, termasuk ke pricing LNG yang formulanya mengikuti harga minyak (ICP).