Wednesday, January 30, 2008

PSC vs Non Cost Recovery

Ijoel: Mas Ben, untuk model non CR, bisa nggak ditambahkan dengan ilustrasi dari perspektif IRR kontraktor?. Trims sebelumnya Jan.29.08 05:02 AM

--------
Sebenarnya saya sudah banyak sekali posting mengenai untung rugi metoda pembagian berdasarkan Gross Revenue alias model kontrak yang nggak ada cost recovery.

Saya berangkat dari latar belakang dulu: model ini jadi menarik karena ada kata "non cost recovery", timing-nya tepat karena saat ini "cost recovery" itu sedang menjadi musuh nomor satu bangsa, semua orang alergi kalau mendengar istilah cost recovery he he. Jadi kalau ada model yang "non cost recovery", maka model ini dianggap solusi paling ideal.

Ada juga yang berasumsi bahwa dengan model non-cost recovery, investor akan lebih effisien karena komponen cost sudah termasuk porsi bagian investor (investor share). Dengan demikian, investor akan terdorong melakukan efisiensi biaya dalam rangka memperoleh margin profit yang lebih besar.

Sekarang mari kita berandai andai, Anda adalah investor yang berminat ikut tender block (model non cost recovery ini). Singkat cerita, dari data2 sub-surface (bila tersedia), staff Anda bisa memperkirakan berapa cadangan dan expected profil produksinya, data estimasi biaya (finding, dev. dan production cost) juga bisalah diperkirakan. Dengan asumsi harga minyak, Anda kemudian bisa menghitung IRR dari block tersebut, baik dengan menggunakan PSC standard maupun dengan macam macam split untuk model yang "non cost recovery". Karena ada ketidakpastian dari estimasi yang dibuat, maka Anda perlu melakukan sensitivitas dari ketiga key profit drivers, yaitu: harga minyak, cadangan (yang direfleksikan oleh forecast produksi) dan biaya (baik Capex maupun Opex). Secara sederhana, hal ini bisa dilakukan dengan mengubah salah satu key profit drivers tersebut, sementara yang lain dianggap konstan, atau kalau Anda mau advanced dikit, supaya bisa melihat efeknya secara simultan, bisa juga dilakukan dengan metoda simulasi.

Supaya tidak terlalu komplek gambarnya, saya lampirkan 2 gambar berikut (Gambar 1 & Gambar 2). Pada dasarnya ini sensitivitas biasa, perlu diperhatikan disini yang penting dilihat adalah polanya, angka (dalam hal ini) tidak begitu penting karena bisa beda beda tergantung inputnya.


Membacanya kira kira begini: kalau key drivers profit-nya "favourable" (bisa karena prices naik, reserves naik atau costs turun, atau kombinasinya), maka IRR investor akan naik. Sebaliknya juga begitu, kalau "non favourable" (prices turun, reserves memble, cost naik), IRR akan turun.

Katakanlah, Anda sebagai investor akan nge-bid sebesar 30% - 70% (yang disebut duluan adalah bagian investor), dari Gambar 1 kita dapat bagi menjadi 3 Area. Area I dan Area III adalah area yang lebih "menguntungkan" bagi Government dibanding investor relatif terhadap PSC standard (85 : 15). Sebaliknya area II adalah area dimana investor yang "lebih diuntungkan". Kalau kita lihat split 30 – 70 selintas cukup fair, karena kemungkinan berada di area I + III sama dengan area II. Bisa juga dibaca begini: makin bagus "key profit drivers" (area II) makin untunglah investor (lagi2 maksudnya relatif terhadap PSC standard). Sebaliknya makin kurang bagus "key profit drivers" (area I + III), makin kurang beruntunglah investor, karena ternyata hasil ini lebih jelek dibanding kalau mereka pakai PSC standard.

Namun demikian perlu kita lihat bahwa area III adalah area dimana IRR investor akan kurang dari 10%, sehingga pada realitanya nanti, area III ini tidak akan terjadi, apabila ini case-nya, si investor akan mundur. Apa ada investor mau terus kalau proyeknya bakalan rugi. Hal ini tidak akan terjadi apabila menggunakan PSC standard, dengan PSC standard IRR investor masih diatas 10%, yang artinya proyeknya tetap akan berjalan.

Sekarang kita lihat Gambar 2, bagaimana kalau investor nge-bid sebesar 35% - 65%, yang terjadi adalah area II ("investor makin untung“), semakin membesar, pay-off bagi government (area I) semakin mengkerut. Begitu seterusnya, apabila investor nge-bid lebih besar lagi (mis: 40% - 60%), maka praktis government gigit jari, karena in any case, IRR investor akan lebih baik dari model PSC standard.

Dapat kita lihat sebenarnya model "non cost recovery" ini lebih kearah terjadinya "win – lose", artinya: kalau terjadi ekstrim negatif, investor kalah telak, sementara pada kondisi ekstrim positif, investor menang telak. Pada PSC standard, hal ini tidak terjadi (jadi cenderung lebih win-win). Pada kondisi ekstrim negatif, investor masih bisa eksekusi proyeknya, pada kondisi ekstrim positif, gorvernment dapet bagian yang lebih besar.

Kembali ke pertanyaan klasik. Betulkah Anda (sebagai investor) akan menjadi lebih efisien dalam hal manajemen biaya dengan model non cost recovery ini? Wallahualam!, kalaupun benar, saya tidak begitu yakin akan terjadi cost effisiensi yang signifikan. "Keberuntungan" investor lebih banyak dipengaruhi oleh ketemu reserves yang gede dan tertolong lonjakan harga minyak. Jadi nanti kalau investor untung banyak (area II), itu bukan karena cost efficiency. Sebaliknya, apabila terjadi kondisi di area III, apa dengan melakukan cost efficiency bisa menolong untuk mendongkrak IRR investor? Well, I hope so, but I doubt it....

Sejatinya, besarnya cost itu tidak bergantung jenis kontrak, jadi kalau Anda mau develop field, tentu Anda akan sampai pada estimasi cost yang sama terserah mau kontraknya kaya apa. Apa kalau modelnya royalty tax terus Anda merasa harus effisien? Sementara model PSC Anda akan jor jor-an?. Apa iya investor untung kalau jor jor-an di cost?. Coba lihat posting saya tentang cost recovery sebelumnya.

Bahwa ada upaya Government untuk mengupas detail komponen cost recovery saya kira itu perlu di-apresiasi, intinya "cost recovery" jangan dijadikan tong sampah, apapun dimasukkan kesana. Walapun saya kira pada akhirnya komponen biaya "receh receh" yang sering dbahas itu sebenarnya secara persentase dari total cost mungkin tidak terlalu signifikan (ini feeling saya aja, mohon share kalau ada yang punya datanya, walaupun kecil tentu bukan alasan pembenaran, tetap harus diproses kalau ada "kebocoran" sekecil apapun, namun yang penting itu, ibarat kata pepatah: kalau mau nangkep tikus, janganlah dibakar gudangnya..). Komponen biaya besar itu khan yang berhubungan dengan proyek2 yang terkait dengan core activities dari bisnis migas. Nah, disini pengawasan yang perlu ditingkatkan. Caranya? Tingkatkan: knowledges, experiences & integrities dari pihak yang mengawasi. Cukup? Belum, KKKS di RI ini banyak jumlahnya (apalagi proyeknya), maka diperlukan integritas dari teman2 yang beberja di KKKS yang nota bene mewakili pemerintah juga (karena toh "indirectly" makan gaji pemeritah juga?). Mohon juga kontribusinya, jangan jadi penonton saja, kalau ada "tikus" berkeliaran dikantor jangan diem saja, di-infokan ke pihak yang berwenang. Kalau kompetensi yang ngawasi sudah bagus, terus yang kerja di KKKS integritasnya meningkat, selesailah sudah urusan cost recovery ini. PSC ini banyak dipakai dimana mana, tapi nggak ada yang sebegitu hebohnya dengan cost recovery, apabila naik, bisa jadi level of activities meningkat dan tentu saja mereka paham dengan trend bahwa biaya upstream lagi naik. Kalau di kita ini, semua masalah jadi kompleks, sana sini teriak, akhirnya: tikusnya nggak dapet, gudangnya dibakar habis he he..

Sebetulnya, kalau kita lihat praktek PSC di mancanegara saat ini, Untuk E&P contracts, model PSC saat ini masih yang paling populer, perkembangannya juga sangat cepat dengan berbagai macam teknik dan formulasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Kita yang jadi pioneer malah sudah agak tertinggal. Bagaimanapun, di level kita ini kan cuma bisa memberikan pandangan dan wacana yang berkembang, yang mana yang mau dipilih mah terserah: apa mau modifikasi model PSC atau bikin trend baru dengan mengeluarkan model kontrak "non cost recovery"?

4 comments:

Unknown said...

Mas Ben... apakah model PSC non CR itu akan persisi sama dengan Contract Work (Kontrak Karya) atau bagaimana?

Salam,

Benny Lubiantara said...

Kalau secara hitung2 an, Iya bener hampir mirip kaya zaman kontrak karya dulu. Apa mau mundur lagi nih ke zaman dahulu kala he he?

Sheila Yovita said...

Pak Benny, apakah VAT bisa dimasukkan dalam cost recovery? VAT untuk CAPEX? Mohon bantuannya. Terimakasih.

Unknown said...

Hello Om Ben..
Saya mau tanya apakah bapak mempunyai referensi2 mengenai teori cost recovery untuk ekonomi migas? Thank you