Thursday, July 17, 2008

Perbandingan Kinerja Eksplorasi

Ini lanjutan dari posting sebelumnya (cadangan migas bertambah), sekarang coba kita lihat bagaimana performance kita dibandingkan tetangga yang rada selevel. Saya pilih negara pembanding adalah: Malaysia, Vietnam, China, India dan Australia. Data yang saya olah ini sumbernya dari IHS Energy, kebetulan disini kita anggota, sehingga punya akses ke database mereka (IHS Energy).

Berikut kita lihat dulu 3 chart berikut ini:





Tentu banyak paramenter lagi yang harus diplot untuk memberi gambaran utuh aktivitas eksplorasi dan kenerjanya, seperti: berapa banyak ngebor wildcat, ngebor sumur appraisal, berapa banyak discovery, berapa banyak 2D dan 3D seismic, pembagian aktivitas & kinerja untuk onshore dan offshore. For the sake of simplicity, saya ambil 3 plot diatas saja, yang saya anggap cukup mewakili kinerja untuk tujuan perbandingan.

Data dari IHS energy paling baru sampai tahun 2006, data 2007 belum masuk. Dengan demikian, kalau kita bicara 5 tahun terakhir, maka itu maksudnya periode (2002 - 2006), sementara kalau kita bicara 10 tahun terakhir, itu maksudnya periode (1997 - 2006).

Chart 1, untuk tambahan "cadangan" (saya pakai tanda kutip, karena istilah cadangan tidak tepat juga, harus memenuhi beberapa kriteria untuk layak disebut cadangan), istilah yang lebih pas adalah "tambahan volume" (volume added). Chart 1 ini untuk liquid (dalam hal ini maksudnya: minyak). Seperti dapat kita lihat bahwa untuk 10 tahun terakhir, kita masih lebih baik dari India dan Australia, tapi kalau kita fokus ke 5 tahun terakhir, kita urutan paling bontot.

Chart 2 untuk gas, tampaknya untuk gas, nasib kita lebih baik, khususnya 10 tahun terakhir. Namun kalau fokus ke 5 tahun terakhir, ternyata tidak terlalu menggembirakan juga.

Chart terakhir menunjukkan rata rata besarnya discovery dan Success Rate dari ngebor wildcat. Kita kalah jauh sama Vietnam dan Malaysia, nasibnya mirip mirip Australia, dalam arti rata rata discovery yang ditemukan ukurannya kecil kecil. kalau dilihat dari success rate ngebor, kita hanya lebih bagus dari India.

-----------------------

Saya kira kinerja ini bisa menjadi refleksi buat kita untuk memikirkan kedepannya bagaimana. Belakangan tampaknya euforia kita masih seputaran cost recovery, mikirin gimana bikin kontrak yang nggak ada cost recovery, "nasionalisasi" dan lain lain. Kita harus juga melihat kenyataan bahwa secara statistik tambahan cadangan, kita mulai kalah kompetitif. Mari kita bikin iklim investasi yang kondusif buat investor DN dan LN, tentu iklim investasi ini maksudnya luas, termasuk government regulation, law enforcement dan teman temannya.

Saya suka dikritik teman kalau ngomong iklim investasi kondusif, dia bilang: "iklim kaya apa Ben, lu baca tuh koran isinya: pejabat, jaksa, DPR ternyata sibuk dengan urusan suap menyuap, sogok menyogok semua, realistis ajalah, jangan ngomong yang diawang awang, calon investor yang baru lihat lihat aja sudah dipalakin...!!". Denger jawabannya, saya merenung, bener juga sich.. wah pusing dah.. !!

9 comments:

Gamil Abdullah said...

Om ben, saya komentari dulu bunyi paragraf terakhir artikel ini: terus terang saya juga ikut pwusink..., hehehe.
Nah, sekrg pertanyaan niy. Di leaflet-nya bpmigas yg saya dapet dari IPA Conference lalu, ada chart yg menunjukkan perbandingan oil finding cost di th 2006:
Indonesia - USD 8/boe
US onshore - USD 11/boe
US offshore - USD 64/boe
Worldwide average - USD 20/boe.
Apakah menurut om benny finding cost ini menunjukkan biaya yg dikeluarkan 'tuk pengeboran eksplorasi yg berhasil aja (dapet minyak or gas), atau termasuk juga sunk cost pengeboran yg sumur2 yg dry hole?

Anonymous said...

mas benny saya kagum dengan kebaikan mas membagi ilmu, walaupun malu karena saya nggak ngerti sama kondisi perminyakan di Ina, tapi saya pengen banyak tau tentang cadangan minyak yang ada di simeulue yang katanya melebihi cadangan minyak Arab Saudi, saya agak takut denger berita tersebut karena sampai saat ini hak angket DPR atas kebijakan BBM tidak juga transparan, sebenarnya banyak pertanyaan saya yang terjawab dari postingan mas Benny, kekhawatiran ini sebenarnya bukan pesimisme berlebih, murni karena tidak mengerti akan kita jadikan apa cadangan sebesar itu?

Benny Lubiantara said...

Om Gamil,

Itu data "finding cost" atau "finding and development (F&D) cost"?. Kelihatannya kalau finding cost saja kok tinggi ya (ini kalau saya bandingkan data dari Cambridge Energy Research Associate/CERA?. Kalau ditambah lagi dengan development cost dan production cost, maka cost per barelnya jadi berapa?. Menurut saya istilah upstream cost (F&D cost + production cost)lebih relevan, karena ada negara yang F&D cost rendah tapi production cost tinggi (Venezuela heavy oil & Canada oil sand misalnya), sebaliknya US GOM dan North Sea, F&D cost per barrel tinggi, tapi production cost per barrel rendah.

Untuk finding cost, semua biaya, baik suskes maupun gagal, masuk semua disana. Secara akuntansi yang membedakan masalah pembebanan biaya saja, apakah langsung di expense atau di kapitalisasi, tergantung metodanya.

Benny Lubiantara said...

Mas,

Tambahan "cadangan" yang posting disini adalah sesuatu yang real, artinya telah dlakukan pemboran. Sementara heboh "cadangan minyak yang ada di simeulue", itu masih di awang awang. Dalam industri migas, sebelum ada pemboran sumur, maka belum ada istilah cadangan.

Gamil Abdullah said...

Om Ben, setlh saya buka file presentasinya, disebutkan finding cost adalah biaya untuk menemukan cadangan baru (maksudnya mungkin cadangan terbukti). Konon katanya jgn dibandingin dgn lapangan minyak di timteng yg "ringan biaya" itu.

Benny Lubiantara said...

Mang Gamil,

Kadang2 kita harus lihat apa definisi finding cost yang digunakan. Beberapa institusi mem breakdown menjadi: Finding Cost dan Development Cost. Unfortunatley, ada yang pakai istilah, Finding Cost tapi maksudnya juga sudah masuk development cost. Jadi sebaiknya mereka buat dulu definisi Finding cost yang dimaksud yang mana, biar pembaca nggak salah interprestasi & biar kita ngomong binatang yang sama.. he he, jadi mak itu mang!

Gamil Abdullah said...

Mangcek ben,
klo mak itu aku kirim bae ke mamang pdf file-nyo lewat email. Tapi jgn ganggu kesibukan mamang ya. Sesempatnya saja.

Benny Lubiantara said...

Mokasih pdf nya mang, selintas masih belum jelas juga, karena bahan presentasi tersebut merefer ke laporan EIA (Energy Information Agency), mungkin lebih baik saya baca langsung dari laporan EIA tersebut.

PT Dwipa Citraperkasa said...

“A leader in well testing and early production facilities for the oil & gas industry”

As a group company with world-class capabilities in well testing and fluid, our top priority is to offer the best service for business-based energy and resources in Indonesia. Dwipa Group was established as a company providing Non Destructive Testing for the oil and gas industry. We believe that through commitment, determination and passion for growth, opportunities are endless.