Monday, March 19, 2007

Tentang Kontrak Migas di Irak

Pernah baca nggak artikel (mungkin lebih tepat studi), yang judulnya: the rip-off of Iraq’s oil wealth, ditulis oleh Greg Muttit cs dari PLATFORM? Kalau belum ada disini.

Tulisan Greg ini menarik karena mengkritik (kalau seandainya PSC/PSA diterapkan) di Iraq (tentu maksudnya setelah era Saddam, sebelumnya PSA sich sudah ada), judulnya pun rada rada serem (justru karena judulnya ini makanya saya ikutan tertarik baca). Kalau kita baca di ringkasan eksekutifnya, intinya ada dua kesimpulan: Pertama, bahwa (kalau seandainya PSA) diterapkan di Iraq, maka Iraq akan mengalami kerugian ratusan miliar dollar. Kedua, perusahaan asing (IOC) yang investasi disana dengan model ini, akan mengeruk “excessive return”. Singkat kata, Greg cs ini tidak menyarankan digunakan PSA disono.

Dalam studinya Greg ini, sebagai pembanding dia menggunakan PSA terms di Russia, Oman dan Libya, angka angka “kerugian potential” diperoleh dengan membandingkan seandainya lapangan lapangan tersebut di-run dengan model PSA terms ketiga negara tersebut dengan seandainya dikerjain sendiri oleh perusahaan nasionalnya (NOC) Iraq.

Dalam bagian lain, Greg menulis bahwa banyak pihak pihak berkepentingan (politikus dan teknokrat) di amrik sono yang mendorong supaya dipilih model PSA ini, dengan alasan alasan “energy security” dan kepentingan perusahaan asing (IOC) supaya bisa mem-book cadangan dalam rangka menjamin pertumbuhan perusahaan mereka (secure future growth).

Sebagai alternatif pengganti PSA, Greg cs memberikan tiga opsi yang bisa dilakukan, yaitu: 1. Dengan metoda direct financing dari anggaran pemerintah, 2. Pemerintah atau NOC- nya cari pinjeman, 3. Pakai model service contract.

Saya tentunya hanya ingin mengomentari aspek finansial ekonomis dari studi si Greg ini, untuk aspek politis, serahkan yang ahli lah…

Setelah dibaca baca, walaupun judulnya serem, sebenarnya studi Greg cs ini nggak banyak “temuan baru”, kalau akhirnya dia menyimpulkan PSA lebih jelek dibanding dengan “nasionalisasi”, dengan data asumsi yang dia gunakan, temuan tersebut bukan suatu yang baru untuk kasus Iraq.

Untuk jelasnya gini: secara umum negara negara dengan “upstream cost” rendah, cenderung tidak menggunakan PSA, Iraq ini upstream cost nya termasuk rendah (exploration cost sekitar 2.25 $/bbl dan production cost sekitar 1.5 $/bbl, total upstream cost = 3.75 $/bbl, termasuk sangat rendah), bandingkan dengan Saudi Arabia $3 /bbl, Kuwait 3.55 $/bbl dan Iran 4,25 $/bbl. Kolega saya, Al-Attar (fiscal policy analyst sebelum saya disini), pernah melakukan studi kaitan antara upstream cost dan model kontrak, data tersebut saya ambil dari studi dia.

Jadi kalau Greg cs bilang jangan pake PSA untuk area yang sudah ditemukan, itu bukan hal yang baru, PSA memang umumnya dipake untuk yang risk-nya masih agak gede, kalau relatif low risk, ya sikat aja pake service contract!.

Namun tetap harus diingat “rule of thumb” yang sering saya singgung pada posting2 sebelumnya: “one size fits all models does not exist” ! Karena nggak semuanya (dan nggak selalu) cocok pake service contract, even untuk kasus Iraq. Untuk wilayah wilayah tertentu yang statusnya “masih gelap” atawa masih unexplored, PSA kelihatannya masih lebih cocok, dan keliatannya kedepan nya di Iraq akan tetap ada opsi PSA. Untuk area tertentu mereka akan pake service contract, untuk area lain yang high risk, mereka mungkin akan tetap pake PSA. Jadi nggak bisa dipukul ratalah, semuanya ada plus minus tentunya!

No comments: