Wednesday, May 14, 2008

Komentar thd Tulisan KKG

DW Zen: Oom Benny, Mo klarifikasi saja ttg tulisan Oom Kwik yg ttg uang hasil minyak itu dibawa kemana (ngak ada yg dipakai subsidi harga bhb masih surplus katanya), tulisannya lagi hangat beredar di milis ,itu kira2 bener gak sech ?

Saya copy paste tulisan Kwik Kian Gie (KKG) dulu ya, komentar saya dibawahnya:

----------------------------


Subsidi BBM Bukan Pengeluaran Uang. Uangnya Dilarikan Kemana?
Oleh: Kwik Kian Gie
Dengan melonjaknya harga minyak mentah di pasaran dunia sampai di atas US$ 100 per barrel, DPR dan Pemerintah menyepakati mengubah pos subsidi BBM dengan jumlah Rp. 153 trilyun. Artinya Pemerintah sudah mendapat persetujuan DPR mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 153 trilyun tersebut untuk dipakai sebagai subsidi dari kerugian Pertamina qq. Pemerintah. Jadi akan ada uang yang dikeluarkan?Saya sudah sangat bosan mengemukakan pendapat saya bahwa kata “subsidi BBM” itu tidak sama dengan adanya uang tunai yang dikeluarkan. Maka kalau DPR memperbolehkan Pemerintah mengeluarkan uang sampai jumlah yang begitu besarnya, uangnya dilarikan ke mana?

Dengan asumsi-asumsi untuk mendapat pengertian yang jelas, atas dasar asumsi-asumsi, pengertian subsidi adalah sebagai berikut.Harga minyak mentah US$ 100 per barrel.Karena 1 barrel = 159 liter, maka harga minyak mentah per liter US$ 100 : 159 = US$ 0,63. Kalau kita ambil US$ 1 = Rp. 10.000, harga minyak mentah menjadi Rp. 6.300 per liter.Untuk memproses minyak mentah sampai menjadi bensin premium kita anggap dibutuhkan biaya sebesar US$ 10 per barrel atau Rp. 630 per liter. Kalau ini ditambahkan, harga pokok bensin premium per liternya sama dengan Rp. 6.300 + Rp. 630 = Rp. 6.930. Dijualnya dengan harga Rp. 4.500. Maka rugi Rp. 2.430 per liternya. Jadi perlu subsidi.Alur pikir ini benar. Yang tidak benar ialah bahwa minyak mentah yang ada di bawah perut bumi Indonesia yang miliknya bangsa Indonesia dianggap harus dibeli dengan harga di pasaran dunia yang US$ 100 per barrel. Padahal tidak. Buat minyak mentah yang ada di dalam perut bumi Indonesia, Pemerintah dan Pertamina kan tidak perlu membelinya? Memang ada yang menjadi milik perusahaan minyak asing dalam rangka kontrak bagi hasil. Tetapi buat yang menjadi hak bangsa Indonesia, minyak mentah itu tidak perlu dibayar. Tidak perlu ada uang tunai yang harus dikeluarkan. Sebaliknya, Pemerintah kelebihan uang tunai.

Memang konsumsi lebih besar dari produksi sehingga kekurangannya harus diimpor dengan harga di pasar internasional yang mahal, yang dalam tulisan ini dianggap saja US$ 100 per barrel.Data yang selengkapnya dan sebenarnya sangat sulit atau bahkan tidak mungkin diperoleh. Maka sekedar untuk mempertanyakan apakah memang ada uang yang harus dikeluarkan untuk subsidi atau tidak, saya membuat perhitungan seperti Tabel terlampir.Nah kalau perhitungan ini benar, ke mana kelebihan yang Rp. 35 trilyun ini, dan ke mana uang yang masih akan dikeluarkan untuk apa yang dinamakan subsidi sebesar Rp. 153 trilyun itu?Seperti terlihat dalam Tabel perhitungan, uangnya yang keluar tidak ada. Sebaliknya, yang ada kelebihan uang sebesar Rp. 35,31 trilyun.


PERHITUNGAN ARUS KELUAR MASUKNYA UANG TUNAI TENTANG BBM (Harga minyak mentah 100 dollar AS)

DATA DAN ASUMSI

Produksi : 1 juta barrel per hari 70 % dari produksi menjadi BBM hak bangsa Indonesia

Konsumsi 60 juta kiloliter per tahun

Biaya lifting, pengilangan dan pengangkutan US $ 10 per barrel
1 US $ = Rp. 10.000

Harga Minyak Mentah di pasar internasional Rp. US $ 100 per barrel 1 barrel = 159 liter

Dasar perhitungan :
Bensin Premium dengan harga jual Rp. 4.500 per liter

PERHITUNGAN

Produksi dalam liter per tahun : 70 % x (1,000.000 x 159 ) x 365 = 40,624,500,000

Konsumsi dalam liter per tahun = 60,000,000,000

Kekurangan yang harus diimpor dalam liter per tahun = 19,375,500,000

Rupiah yang harus dikeluarkan untuk impor ini (19,375,500, 000 : 159) x 100 x 10.000 = 121,900,000, 000,000

Kelebihan uang dalam rupiah dari produksi dalam negeri 40,624,500,000 x Rp. 3.870 = 157,216,815, 000,000

Walaupun harus impor dengan harga US$ 100 per barrel, Pemerintah masih kelebihan uang tunai sebesar = 35,316,815,000, 000

Perhitungan kelebihan penerimaan uang untuk setiapliter bensin premium yang dijual, Harga Bensin Premium per liter (dalam rupiah) 4,500 Biaya lifting, pengilangan dan transportasi US $ 10 per barrel atau per liter : (10 x 10.000) : 159 = Rp. 630 (dibulatkan) 630 Kelebihan uang per liter 3,870

--------------------

Saya termasuk penggemar tuliskan Pak Kwik Kian Gie (KKG), cuma untuk yang hitungan ini, saya kok kurang sreg, terlalu disederhanakan – oversimplified!!

Problem utama: KKG membuat asumsi yang nggak masuk akal, 100% input minyak mentah masuk kilang – output berupa 100% bensin premium (MOGAS)

Lihat gambar

Saya terus terang tidak punya data update, cuma kebetulan saya pernah punya file teman Pertamina yang presentasi di salah satu forum International. Gambarnya saya sederhanakan, angkanya saya estimasi supaya sama dengan inputnya KKG.

Lihat gambar:


Tentu saja nggak benar asumsi KKG, yang benar bahwa crude menjadi berbagai macam products seperti ilustrasi diatas. Dan tentu jangan lupa, running kilang perlu fuel juga, dan seperti biasa namanya mesin tentu ada “losses”, yang besarnya (fuel dan losses) sekitar 7.5% dari volume crude. (Btw, sebelumnya saya mohon koreksi teman2 yang punya data produksi kilang yang lebih baik atau update..).

Cerita belum selesai sampai disini, fuel products yang kita hasilkan, (Gasoline, Kerosene dan Gas Oil) itu ternyata lebih kecil dari konsumsi yang kita perlukan, makanya products tersebut harus diimpor lagi, tentu bayar dengan harga internasional…

Sekedar Ilustrasi (Data 2007, satuan Juta Kilo liter):

Gasoline (Produksi Kilang: 10.9, konsumsi: 16.5, Impor: 5.6)

Kerosene (Produksi Kilang: 8.7, Konsumsi: 12.3, Impor: 3.6)

Gasoil (Produksi Kilang: 14.5, Konsumsi 28.6, Impor: 14.1)

Jadi, saya kira hitungan KKG kurang relevan, lha siapa yang mau pusing disuruh nyari kemana larinya 35 trilyun itu, wong KKG nya juga nggak tahu.. itupun kalau memang ada…. Tapi anyway salut buat KKG yang selalu membuat “hot topics”..

13 comments:

fpel said...

Setuju dengan pendapat Pak Benny. Selain menyederhanakan, Pak KKG juga menyesatkan, hitungannya banyak yang keliru dan dapat dikomentari.

Yang penting adalah, apabila harga BBM terlalu murah, konsumsi menjadi semakin boros dan bakal naik. Kalau cadangan kita menyusut, dari mana lagi akan diperoleh, dan uangnya dari mana ?
Lalu sebagai ahli ekonomi tentunya KKG tahu tentang "opportunity cost". Nah, janganlah minyak hasil produksi sendiri dinilai tidak ada harganya, karena ini merugikan. Barang mahal kok dinilai murah. Jadi berilah harga yang pantas, supaya pendapatan negara meningkat dan tersedia dana untuk pembangunan.

Unknown said...

Pak Benny, kalo saya boleh menyederhanakan juga seperti pak KKG...

Produksi dalam liter per tahun : 70 % x (1,000.000 x 159 ) x 365 =
40,624,500,000
produksi ini adalah crude oil, dimana tidak semua crude oil itu bisa dikonversi sebagai BBM (bensin, solar, minyak tanah). Fraksi ringan, jadilah dia LPG, sedangkan fraksi berat jadilah dia aspal, wax dsb. Sementara bensin dan sebangsanya itu fraksi yang agak berat, masih bagus kalo crude yang diproduksi bisa jadi BBM separuhnya, katakanlah rata-rata 50 % artinya yang jadi BBM itu cuma 20,312,250,000 liter.


Konsumsi dalam liter per tahun 60,000,000,000, ini adalah konsumsi BBM, bukan crude. Jadi sesungguhnya impor yang dibutuhkan bukanlah sebanyak 19,375,500,000 liter tapi 39,687,750,000 liter BBM which is lebih dari 2 kali lipat itungannya KKG. Kalau kita impornya dalam BBM siap pakai maka harganya bukan lagi $100/barrel tapi $100/barrel + biaya pengolahan + biaya transport. Let say harga belinya jadi $110/barrel

Maka hitungannya pak Kwik menjadi

Rupiah yang keluar untuk impor:

(39,687,750,000 : 159) x $ 110 x Rp 9500 = Rp 260,840,872,641,509.

Kelebihan uang dari harga jual didalam negeri (hanya yang bisa dijual sebagai BBM, dalam hal ini premium)

20,312,250,000 x Rp 3,870 (asumsinya KKG) = Rp 78,608,407,500,000

Maka negara mesti nombokin buat impor BBM = Rp 182,232,465,141,509

Anonymous said...

Mas Ben, Trims pencerahannya, padahal sebelumnya saya mau ikutan KKG nyari kelebihan kas 35 trilyun itu lho.. siapa tahu dapet komisi hikk.. Lagian hare gene cari duit kas yang "di awang awang" paling enak mas (kaya yang dihitung KKG), kalau beneran ada, pasti sudah diamplopin... jadi BTK (bantuan Tunai Koruptor... ha ha).

Anonymous said...

Oom Ben,
Thx dgn jawabannya yg singkat dan jelas. Minta izin ya, mau tak forward ke milis alumni ITB bhb banyak yg awam dan percaya saja sama tulisan kayak begini biar pada hati2 para adik2 mahasiswa jangan sampai mau2nya dikomporin make nginep di depan Istana segala. Yg heran kok tulisannya galak setelah jadi pengamat, waktu jadi Mentri apa saja yg dikerjain ?

Salam
D.W.Zen
Doha- Qatar

Anonymous said...

== Yg heran kok tulisannya galak setelah jadi pengamat, waktu jadi Mentri apa saja yg dikerjain ==

Sebelum dan ketika jadi mentri, beliau juga sudah galak kok soal harga bbm ini. Tp tidak pernah digubris, malah berusaha ditepis dengan berbagai cara.

== Yang penting adalah, apabila harga BBM terlalu murah, konsumsi menjadi semakin boros dan bakal naik. ==

Faktanya, yg berboros2 menikmati minyak indonesia justru negara lain. Rakyat Indo jadi semakin miskiiiiiiiiiiiiin. Jadi ini benar2 statement yg tidak tepat untuk mendukung kenaikan harga bbm.

TIDAK BENAR jika mahasiswa rame2 demo karena dikompor2in oleh pihak yg ingin mengambil manfaat, karena faktanya bukan hanya mahasiswa yg rame demo di istana negara. Demo ini digerakkan oleh kemiskinan yg luar biasa di negri ini. Kenalkah anda atau sadarkah anda dengan parahnya kemiskinan di negri ini? PASTI TIDAK, makanya anda tidak mengerti alasan demo di depan istana negara. ANDA JUSTRU MEMILIH MENCEMOOH DENGAN SINISNYA DARI LUAR NEGERI.

Anda tidak mengenal Indonesia dan sejarah kabinetnya, tapi anda sibuk mencemooh KKG saat menjabat sebagai mentri. Oh cmon.... dunt make me laugh. Have a little knowledge bfor u speak!!!!

Anonymous said...

Jangan galak2 mbak, banyak teman2 yang bekerja di LN, mereka tetap concern dengan perkembangan di tanah air. Cinta tanah air bisa diwujudkan dalam bentuk apapun, tidak diukur dengan jarak.

Kritik terhadap tulisan Pak Kwik yang terhormat, karena ternyata asumsi beliau salah, apa kita mau terima hasil hitungan yang menyesatkan?.

Selamat berjuang, pis deh.

Anonymous said...

permisi kalo boleh saya mau ikut nimbrung, karena saya agak bingung dengan hitung2annya. tolong dikoreksi bila saya salah.

kalo boleh saya sederhanakan lagi (angka dibulatkan) 20.000.000.000 liter BBM gratis dari perut bumi indonesia, 40.000.000.000 dari hasil impor.

Bila harga pasar dunia BBM Rp 9.000/liter maka dengan adanya 20.000.000.000 liter gratis BBM dari perut bumi indonesia harga 1 liter BBM di sini adalah 4/6 x Rp 9.000.= Rp.6.000. Tapi ini artinya tidak ada subsidi sama sekali yg berasal dari sektor non minyak bumi (subsidi silang 0%).

Anonymous said...

Menurut saya, hitungan KKG arahnya sudah benar, walaupun karena itu adalah perhitungan yang sangat2 disederhanakan, timbul beberapa asumsi perhitungan yang banyak dipertanyakan dalam beberapa milis sehingga perlu di perjelas.

Saya sudah mencoba memperjelas logika KKG ini dan hasilnya Pemerintah masih untung (dan lebih besar dari hitungan KKG).

Sederhananya, dari 100% Crude Oil memang tidak menjadi 100% Premium, tapi konsumsi kita juga tidak HANYA premium.. sebut saja itu seluruh konsumsi produk BBM..

Pada akhirnya KKG hanya menawarkan logika yang benar, tugas Pemerintahlah menerangkan LOGIKA apa yang dianutnya dan DATA2 yang selama ini gelap bagi masyarakat sehingga keluar hitung2an yang menghasilkan Pemerintah harus menaikkan BBM.. dan itu yang belum dilakukan!

Selengkapnya perhitungan versi saya yang berangkat dari logika KKG dapat dilihat di :

http://indonesiawi.wordpress.com/2008/05/18/perhitungan-neraca-minyak-pemerintah

Salam Hitung,

Anonymous said...

meneruskan data2 yg telah dipaparkan diatas saya minta ijin untuk sekedar meramaikan :)


asumsi :
- 1 barel = 125 $ = 159 liter ===> berbeda dg asumsi perhitungan pada posting2 sebelumnya

- 1 $ = Rp 9350 ===> berbeda dg asumsi perhitungan pada posting2 sebelumnya

- ongkos utk mengubah crude oil jadi BBM 20%/liter crude oil

- maka harga pasar BBM dunia : (125$/159 liter) x 120% x Rp 9350 = Rp 8820.76/liter

- semua jenis fuel products dibebani biaya lifting, distribusi, pengilangan yg selevel.



yg dapat jadi BBM dari minyak mentah (crude oil) dari perut bumi Indonesia sebesar 20,312,250,000 liter, utk mengubahnya jadi BBM dikorbankan sebesar 20% utk biaya produksi (utk ongkos pertamina, distribusi, penyulingan, dll) .

maka sisa BBM milik indonesia adalah 20,312,250,000 liter x 80% = 16,249,800,000 liter. <===== ini adalah BBM yg bisa dinikmati gratis oleh rakyat indonesia, ongkos sudah dihitung dan tidak ngurangin untung pertamina!!

maka dari 60,000,000,000 liter BBM yg dipasarkan di Indonesia dapat ditulis sebagai berikut :

60 jt kiloliter BBM di pasar Indo = 43.750.200.000 liter BBM hasil import + 16,249,800,000 liter milik indonesia yg sudah bisa dinikmati gratis.

sekarang kita hitung dalam 1 liter BBM di indo maka (persamaan diatas dibagi 60 jt kilo) :

1 liter BBM di pasar indonesia = 0.72917 liter BBM hasil import + 0.27083 liter milik ind
onesia yg sudah bisa dinikmati gratis

karena yg 0.27083 adalah milik indonesia maka kita tidak perlu lagi membayar untuk itu maka harga 1 liter BBM di pasar indonesia :

1 liter BBM indonesia = (0.72917 liter BBM import x harga pasar dunia BBM) + Rp 0 (krn gratis)

1 liter BBM indonesia = (0.729917 liter x Rp Rp 8820.76/liter) = Rp 6431

harga BBM di indo seharusnya Rp. 6431/liter <====harga tanpa sedikitpun subsidi dari sektor non minyak dan belum memperhitungkan sektor2 yg membayar BBM non subsidi (bayar dg harga pasar minyak dunia)

Tidak semua sektor membayar BBM subsidi (mis : sektor industri), kebutuhan 60 jt kiloliter adalah kebutuhan BBM subsidi + BBM non subsidi

bila sektor yg memakai BBM non subsidi (membayar BBM dg harga pasar dunia) mencapai 10% saja dari total kebutuhan (dari yg 60 jt kiloliter) maka seharusnya harga dapat dibawah Rp 6000. bila non subsidi 10% maka harga BBM (yg subsidi dari sektor minyak sendiri) seharusnya Rp. 6431 x 90% = Rp. 5788.65.

mengacu pada asumsi saya yg terakhir (semua fuel products dibebani biaya lifting, distribusi, pengilangan yg selevel), maka perhitungan hanya merata2kan harga setiap jenis fuel product, tapi dari sini saya dapat menduga bahwa khusus harga premium di SPBU sebenarnya adalah murni harga pasar dunia BBM dikurangi hasil produksi BBM Indonesia = Rp 6000.

bila perhitungan ini dapat diterima, lalu fuel product jenis apa yg sebenarnya disubsidi pemerintah?? selain minyak tanah dan premium (premium sendiri menurut perhitungan hanya mendapatkan subsidi dari sektor minyak sendiri), fuel product lain cukup jarang di gunakan masyarakat kebanyakan, apakah artinya subsidi justru didapatkan jenis fuel product yg dikonsumsi oleh industri?? padahal industri seharusnya justru tidak memperoleh subsidi BBM.

pertanyaan lainnya, apakah masih pantas kalau BBM khususnya premium disebut mendapatkan subsidi?? subsidi yg ada hanya berasal dari sektor minyak bumi ini sendiri. memang dalam prosedur pendapatan/anggaran pemerintah tidak mengenal sistem earmarking, ini memungkinkan pemerintah untuk mengklaim bahwa BBM disubsidi, karena hasil produksi minyak bumi akan masuk terlebih dahulu ke kas negara, baru kemudian disalurkan ke masyarakat, padahal anggaran tsb berasal dari sektor minyak bumi sendiri.

Anonymous said...

Selama pemerintah kagak jelasin bagaimana menghitung detail subsidi BBM, ane kire syah syah saja kite pade bikin hitungan versi masing masing. Namanya juga usahe.... paling nggak kite bisa kire2 yang mane hitungan ngawur, kurang ngawur & paling ngawur hik..

Anonymous said...

Hallo Semua,

Saya kutip tulisan pak Benny:

"Sekedar Ilustrasi (Data 2007, satuan Juta Kilo liter):

Gasoline (Produksi Kilang: 10.9, konsumsi: 16.5, Impor: 5.6)

Kerosene (Produksi Kilang: 8.7, Konsumsi: 12.3, Impor: 3.6)

Gasoil (Produksi Kilang: 14.5, Konsumsi 28.6, Impor: 14.1)"

kalau sudah ada data konsumsi jenis BBM tertentu yang valid, kenapa tidak dihitung saja perbedaan pemasukan dari penjualan BBM dan uang yang harus dibayarkan untuk import?

Contoh:
Kerosene (Produksi Kilang: 8.7, Konsumsi: 12.3, Impor: 3.6)

apakah dari penjualan Kerosene yang diproduksi sendiri (8.7) pemerintah /pertamina merugi atau untung? dan seberapa untungnya? coba dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk Import yang sebesar 3.6, apakah hasilnya positif atau negatif?

kalau positif ya artinya pemerintah sebenarnya masih untung, kalau negatif artinya rugi. mungkin perbedaannya tidak mencapai 35 triliun, tapi masih untung kan?

dan kalau untung artinya tidak ada alasan kenapa harus menaikan harga BBM.

Anonymous said...

Klo kekayaan kita diolah dgn layak, klo Pertamina ga bobrok, klo pemerintah gak korup, negara kita ga bakal seburuk ini.

Berdebat formula harga BBM versi siapapun ga mengubah keadaan. Klo tau apa yg harus dikerjakan, kerjakan!

Kalian orang-orang hebat yang sekolah tinggi dan punya kemampuan untuk berbuat sesuatu. Tunjukkan bukan hanya sekedar ijasah dan pintar berdebat ala kusir.

Hendryswong said...

emang ngebornya ngak perlu biaya, ahli pertambangan minyak, alat-alat berat, kontratornya
langsung ditimba dari sumurnya aja