Parameter yang biasanya digunakan sebagai pembanding adalah Government Take (GT) dan standard parameter keekonomian proyek, seperti: IRR, NPV dan teman temannya. Seluk beluk GT sudah banyak sekali dibahas pada posting posting sebelumnya, yang akan dibahas kali ini, intinya kira kira begini, dari sisi contractor atau investor: “berapa maksimum yang bisa gua dapet dari gross revenue per tahun”, sebaliknya dari sisi host country: ”berapa mininum yang bisa masuk pundi pundi negara dari gross revenue per tahun..”.
Untuk yang dari perspektif contractor, Daniel Johnston pake istilah Access to Gross Revenue (AGR), sementara dari sisi host country, istilah yang dia gunakan: Effective Royalty Rate (ERR). Sementara konsultan lain, Frank Alexander, Jr pake istilah “revenue split”. Binatangnya sich sama, biar beda aja istilahnya, gengsi kali sesama konsultan he he.. Supaya nggak bingung, kita pake istilah Daniel aja.
Konsep AGR dan ERR ini tujuan untuk menguji “limit” dari suatu model kontrak, khususnya pada saat saat awal periode produksi, dimana biaya biaya yang telah terjadi jauh lebih besar dibanding dengan gross revenue. Karena masih dalam “suasana rugi”, maka belum ada tax liability, dengan demikian diasumsikan tax-nya sama dengan nol.
Supaya lebih jelas lihat gambar berikut:
Misalkan: suatu PSC dengan Profit Oil Split: 70% – 30%, ada cost recovery limit sebesar 70%, nggak ada royalty. Dari gambar diatas kita dapat menghitung bahwa AGR (AGR ini selalu melihatnya dari sisi contractor) besarnya = 79%, sementara dari sisi host country (ERR) besarnya= 21%. Artinya: dalam satu accounting period, maksimum si contractor yang bisa dapet adalah 79% dari gross revenus (GR), sementara dari sisi host country, minimum yang bisa dia dapet adalah sebesar 21% dari gross revenue. Jadi 21% GR ini semacam “minimum garansi” yang akan masuk pundi negara dalam satu periode akunting (satu tahun lah gampangnya).
Apa yang bisa kita lihat disini adalah bahwa, walaupun tidak ada royalty, adanya cost recovery limit yang besarnya 70%, menjamin host country dapet sebesar 21% dari gross revenue. Jadi cost recovery limit berfungsi sebagai penjamin host country dapet bagian.
Sekarang kita lihat gambar dibawah berikut, asumsi fiscal terms-nya sama, bedanya yang ini ada royalty sebesar 10%.
Nah sekarang kita coba analisa lebih jauh, kita buat sensitivitas terhadap cost recovery limit dari 2 model diatas, yang hasilnya sebagai berikut:
Kalau cost recovery limit (CRL) = 100% (maksudnya tidak ada limit), maka untuk sistem PSC yang nggak ada royalty, tentu nggak ada jaminan dapet apa apa buat host country (dengan kata lain: AGR = 100% dan ERR = 0%). Kalau ada royalty 10% dan tidak ada limit (CRL = 100%), maka 10% itu adalah jaminan bagian host country. Makanya hampir tidak pernah kita jumpai model PSC yang nggak royalty dan nggak ada cost recovery limit (CRL = 100%). Biasanya selalu kombinasi: ada royalty, CRL = 100%, atau, nggak ada royalty, tapi CRL kurang dari 100%, yang mantab itu tentu dua dua-nya: kasih royalty kasih CRL sekian persen.
Gambar garis putus putus diatas menunjukkan bahwa untuk model PSC yang nggak ada royalty-nya, maka untuk memperoleh AGR yang sama, diperlukan CRL sebesar sekitar 85%. Maksudnya gini: PSC yang pake royalty 10% dan nggak ada CRL akan memberikan AGR yang sama dengan PSC yang nggak pake royalty tapi CRL = 85%. Tapi disini (tentunya) harus hati hati, bukan berarti AGR yang sama dari dua model akan memberikan keekonomian yang sama pula. Belum tentu broer !, harus di run detail cash flow model untuk ngeceknya. Ini cuma itu untuk “ancer ancer aja” - quick count!.
Bagaimana dengan sistem Royalty/Tax? tentu lebih gampang, umumnya sich model R/T nggak ada CRL, jadi: ERR ya sama dengan royalty dan AGR-nya otomatis: 1 minus ERR.
AGR dan ERR ini biasanya sebagai indikator tambahan disamping yang standard seperti disebut sebelumnya: kaya GT, IRR, NPV dan lain lain. Buat contractor, yang penting: "seberapa cepet duit gua bisa balik (yang ini urusannya AGR)", buat host country, "berapa share minimum tiap tahun gua bisa dapet (ini urusan ERR)…. !
No comments:
Post a Comment