Tulisan kali akan kita fokuskan mengenai mekanisme perhitungan POS berdasarkan laju produksi, apa bener lebih baik dari “fixed" POS?.
Sekarang kita ambil contoh kasus hipotetis, misalkan dalam suatu kontrak disebutkan POS antara host government dan oil company dibagi berdasarkan laju produksi sebagai berikut:
Dari tabel diatas, saya kira jelas, kalau ternyata rata rata laju produksi dalam satu tahun misalnya sebesar 15,000 BOPD maka POS bagian HG sebesar 40%.
Pertanyaan 1: Bagaimana kalau laju produksi 30,000 BOPD, berapa POS bagian HG?, Si A bilang, "gampang aja mas, 50%".
Pertanyaan 2: Bagaimana kalau laju produksi 50,000 BOPD, berapa POS bagian HG?, Si B jawab: "60%"
Si A dan Si B dua duanya salah, karena menghitung POS nya tidak bisa langsung seperti itu. Misalnya laju produksi 30,000 BOPD, nggak bisa langsung dipakai POS HG sebesar 50%, tapi harus dihitung “layer by layer”, maksudnya gini, untuk 20,000 BOPD pertama, POS HG besarnya 40%, untuk 10,000 BOPD sisanya (30,000 BOPD minus 20,000 BOPD), baru dipake POS HG sebesar 50%.
Cara yang sama, untuk 50,000 BOPD, maka: 20,000 BOPD pertama, pake POS HG 40%, 20,000 BOPD berikutnya (40,000 BOPD minus 20,000 BOPD), pake POS HG 50%, baru untuk 10,000 BOPD sisanya (50,000 BOPD minus 40,000 BOPD), dipake POS HG 60%.
Contoh ngitungnya:
Laju Produksi: 30,000 BOPD
Untuk 20,000 BOPD pertama, pakai POS HG 40%
Untuk 10,000 BOPD sisanya, pakai POS HG 50%
Jadi effektif POS HG sebesar: (20,000 x 40% + 10,000 x 50%) / 30,000 = 43.3%
Sekarang mari kita lakukan exercise untuk beberapa profile produksi (low, medium dan high), selanjutnya kita plot Production profile dan POS untuk Host Gov’t yang hasilnya sebagai berikut:
Kita lihat diatas untuk yang production profile (low case - warna kuning), karena selalu dibawah 20,001 BOPD, maka POS HG konstan sebesar 40%. Untuk Production profile (medium case - warna ungu), effektif POS HG naik pada saat laju produksi tinggi, begitu pula trend untuk high case (warna hijau). Karena perhitungan "layer by layer" tadi, effektif POS HG tidak naik signifikan, untuk medium case, nggak pernah nyampe 50% (garis merah). Makanya tidak heran kalau "production based profit oil split" ini, bagi host country, ibaratnya kalau kita makan, istilahnya: "nggak nendang" alias tanggung - masih laper, effeknya nggak signifikan. Lihat di posting sebelumnya mengenai model kontrak dan profitability.
Sekarang kita misalkan country “x” existing contract-nya menggunakan model “fixed” POS, 50 – 50. Kemudian country "x" ini memperkenalkan model baru berupa sliding scale POS berdasarkan laju produksi seperti tabel diatas. Apakah lebih baik dibanding "fixed" POS?, kalau selintas kelihatannya lebih baik, apalagi kalau cara ngitungnya nggak bener kaya Si A sama Si B diatas. Kalau kita lihat di chart diatas, ternyata POS HG untuk model sliding scale tabel diatas nggak lebih baik, kecuali utuk kasus ekstrim, artinya production profilenya luar biasa tingginya. Secara matematis, karena perhitungan layer by layer tadi, sebenarnya effektif POS HG nggak akan pernah mencapai maksimum 70%.
Moral ceritanya begini: hendaknya kita mendisain suatu sistem yang lebih baik dibanding yang sudah ada, dalam hal ini dilakukan “exercise” secara komprehensif sebelum sampai ke usulan sliding scale POS production based seperti tabel diatas.
No comments:
Post a Comment