Thursday, September 06, 2007

Risk Sharing?

Dari tagboard, Eri: Mas Ben, apakah ada di salah satu negara yang menerapkan sistem cost recovery dengan sistem Risk Sharing. Maksud saya adalah misalnya di POD cost untuk mendevelop suatu lapangan adalah $100MM dengan perkiraan produksi 10 MMBO. Misalnya nih kejadian sebenernya cuman terecover 5 MMBO, CR yg bisa dinikmati oleh Contractor ya cuman 5/10 x $100MM (setengahnya)? Tentunya kalau produksi melebihi target, ada insentif tertentu untuk kontraktornya.

-----
Mas Eri apa khabar? Perlu pembahasan sedikit detail, nggak cukup kalau dijawab di tagboard. Untuk model PSC, saya belum pernah lihat ya (yang mirip seperti itu). Problem utamanya: pada saat awal, informasi bawah permukaan (subsurface) itu masih sangat terbatas, dengan demikian reserves uncertainty masih sangat besar. Saya yakin nggak pernah ada perkiraan cadangan di POD (plan of development) mendekati realisasinya. Ada proses pembelajaran selama tahap pengembangan tersebut, ada value dari setiap tambahan informasi yang membuat cadangan menjadi membesar atau mengecil.

Dengan nature seperti itu, maka model kontrak seperti diatas malah akan menimbulkan insentif untuk tidak melaksanakan “good engineering practices”, kontraktor akan ngotot bahwa cadangan tidak besar dengan harapan nanti pada saat realisasi, recovery- nya jadi besar, otomatis dapat reward yang besar pula. Sementara host country akan lebih optimis dengan cadangan yang besar. Waktu diskusi dan rapat akan habis dipakai mempertahankan argumentasi masing2 untuk sesuatu yang dua duanya masih belum jelas!. (lagi pula kalau kebanyakan rapat nanti bisa meningkatkan biaya: snacks, kopi, teh, lemper, etc- cost recovery meningkat pula jadinya… he ).

Problem kedua, kalaupun sudah sepakat masalah estimasi recoverable reserves dan biaya tersebut, realisasinya itu untuk berapa lama?. Maksudnya apakah dibatasi sampai periode di dalam POD, artinya kalau di POD, perkiraan produksi 15 tahun, apakah dengan demikian batas recoverable nya sampai 15 tahun juga.. Ini bisa rame lagi, pada prakteknya khan POD sering di revisi, lha kalau model kaya gini, masih boleh nggak revisi POD?, kalau boleh, pasti kontraktor minta revisi begitu melihat recoverable reserves- nya menyusut, kalau nggak boleh, kontraktor bisa jadi akan “cut loss”, proyeknya nggak diterusin…!

Problem ketiga, bagaimana metoda penalty – reward-nya, apakah berdasarkan kinerja tahunan (kalau nunggu end of project - ya kelamaan), apa yang bisa terjadi ? Kontraktor cederung akan nge-set produksi diawal kecil, tapi realisasinya akan digenjot segede mungkin, kembali lagi: prinsip good engineering practices diabaikan, sumur2 jadi rusak, secara longterm, tidak ada yang memperoleh manfaat (terlebih buat host country..). Jadi: serba susah deh mas..

----

Namun demikian (nah ini yang penting, kata temen saya: kalau denger orang ngomong, intronya dengerin sambil lewat aja, yang penting pas dia ngomong, “namun demikian”, atau kalau sama bule, dengerin pas dia ngomong “but”, “therefore”, etc.. bagian awalnya cuekin aja. Masalahnya kadang kadang “but” nya ini nggak keluar keluar…he he..). Untuk model service contract, hal tersebut masih dimungkinkan (tentu nggak persis seperti ilustrasi mas Eri diatas). Kenapa? karena sebagian besar model service contract itu untuk tahapan pengembangan (development), dalam banyak kasus berlaku untuk lapangan lapangan yang sudah berproduksi, dengan demikian data sudah cukup memadai, relatif “low uncertainty”.

Contohnya: Ada suatu model service contract, dimana dibuat kesepakatan mengenai laju produksi yang mereka sebut “stipulated production rate” kita singkat SPR, dapet reward kalau diatas SPR dan penalty kalau dibawahnya. Menurut cerita temen dari negara yang pernah pake model ini, menentukan SPR itu juga berlarut larut, setelah sepakat dengan angka SPR pun, nanti bisa rame lagi, kenapa? karena kontraktor cenderung akan genjot produksi setinggi mungkin, ya wajar dong dapet reward kalau diatas SPR, sebaliknya host country complaint, karena menggenjot produksi tanpa mempertimbangkan “good reservoir management”, malah memperkecil recoverable reserves, lha salah lagi… he he. Tapi pada prakteknya tidak sesulit itu, ada negosiasi negosiasi berdasarkan tambahan data baru di lapangan, karakteristik reservoir menjadi lebih jelas, tentunya akan ada kesepakatan untuk menyetujui kenaikan produksi.

Sekarang agak menyimpang sedikit, tidak berhubungan langsung dengan pertanyaan diatas, namun perlu juga untuk menambah wacana. Sekedar ilustrasi bahwa contoh klasik untuk model service contract itu adalah untuk project Enhanced Oil Recovery atawa EOR (dan atau metoda metoda lain yang bertujuan untuk meningkatkan recovery factor, seperti teknologi rusia itu lho: vibro apa itu? Yang mengguncang guncang lapisan tanah dekat sumur minyak, biar produksi bisa meningkat..). Umumnya kontraktor mendapat fee dari setiap barrel peningkatan produksi. Gambar klasiknya seperti dibawah ini.


Sederhana sekali, setiap peningkatan produksi (warna hijau) kontraktor dapet fee sebesar “x” US$ per barrel. Pada prakteknya, yang susah itu malah menentukan baseline (sebagai info buat yang awam, baseline ini di prediksi berdasarkan existing conditions, diluar pekerjaan EOR, maka profil produksinya akan mengikuti baseline tersebut) . Kalau realisasinya sama atau dibawah baseline, otomatis kontraktor nggak dapet apa apa (ya wajar, karena EOR itu khan tujuannya memberi tambahan recovery, kalau sama atau dibawah baseline, ya gatot, tanpa EOR produksinya akan segitu juga...).

Bagi yang niatnya jelek (alias oknum), baseline ini bisa jadi “mainan”, oknum di perusahaan kongkalikong aja sama kontraktor EOR (tentu oknum ini harus decision maker, kalau pegawai rendahan gimana mau jadi oknum? he he). Dia bikin baseline serendah mungkin, nanti si kontraktor juga bikin proyek EOR nya asal asalan (karena pada dasarnya si kontraktor ini emang nggak punya keahlian di bidang EOR, kalau ahli tentu nggak mau jadi oknum, nggak mau kongkalikong..). Jadi dari EOR bohong bohongan tadi, si kontraktor tinggal ongkang2 kaki aja, terima fee… seolah-olah ada “gain” dari baseline, padahal baseline nya bohong2 an juga.. ! harusnya biar fair, bayar fee-nya pake duit bohong2 an juga ya…. Udah dulu ah, ini ilustrasi juga bohong2 an kok!

No comments: