Friday, June 13, 2008

Sharing the Pain?

Berbagi kesusahan?, kalau di lingkungan RT ada yang kena musibah, saya kira tanpa perlu instruksi, para tetangga akan “sharing the pain”, dengan memberikan bantuan sukarela, tanpa perlu Pak RT turun tangan.

Terkait rencana “Sharing the Pain”, kenapa ya pakai istilah seperti ini?, coba lihat aja komentar petinggi KKS di detik.com dibawah, yang belum apa apa sudah ngeles, “Selama ini kita sudah sharing. Bukan hanya sharing the pain, tapi sharing success and risk, karena kontraknya kan PSC”. Wajar aja beliau ngomong seperti itu, nanti bisa bisa dipelesetkan bukan lagi PSC (Production Sharing Contract) tapi PSP (Production Sharing Pain…).

Saya kira implikasi kenaikan harga minyak bumi saat ini menimbulkan trend yang jelas di manca negara, yaitu: tuntutan negara si empunya minyak untuk memperoleh “rent” atau bagian dari produksi secara poroporsional lebih besar. Ada yang menempuh cara cara yang agak keras (“unfriendly”), yaitu langsung nasionalisasi. Namun lebih banyak yang menempuh cara yang lebih bersahabat, yaitu dengan menaikkan bagian fiscal pemerintah yang bentuknya bisa macam macam, sebagai contoh: Russia (pajak ekspor), Algeria (windfall profit tax untuk harga minyak diatas 30), negara negara di Caspian menuntut pembagian profit oil lebih besar, Canada menaikan royalty, UK malah sering naikin tax untuk perusahaan minyak yang beroperasi disana.

Pada awalnya tentu banyak protes dari IOC yang beroperasi di negara tersebut, hal yang wajar, selama pemerintah bisa meyakinkan para kontraktor. Apa yang diterangkan Dr. Chekib Khelil (Menteri Perminyak Algeria) cukup gamblang, ketika itu beliau berkata: It is a tax which has been imposed given the exceptional profits made by the companies which led to the disequilibrium between the interests of the companies and the state. When the companies signed the contracts the price of oil was $15”.

Seperti saya pernah posting sebelumnya, sebagian besar kontrak perminyakan di dunia tidak sensitif terhadap kenaikan harga minyak, artinya "kue" bagian negara tidak meningkat dengan naiknya harga minyak. Hal ini juga terjadi dengan PSC RI, yang mana tidak sensitif thd kenaikan harga minyak (maksudnya bagian pemerintah dari profit segitu aja terus berapapun harga minyak tingginya). Jadi kalau harga minyak naik, terus pemerintah meminta bagian proporsi yang lebih besar, itu bukan hak yang aneh. Saya kira kontraktor akan dapat menerima, kasarnya, kalaupun kontraktor tidak mau terima, dia lari ke negara lain, urusan bagi bagi “excessive profit” ini juga akan terjadi. Kita mungkin lebih suka memilih kata yang halus, sharing the pain, akibatnya ya itu tadi, dipelintir dan (bisa) dipelesetkan sama KKKS.

------------------------

Jumat, 13/06/2008 11:27 WIB
Skenario 'Sharing The Pain' Usulan BP Migas
Alih Istik Wahyuni - detikFinance

BP Migas dan Departemen ESDM menyiapkan beberapa skenario untuk 'sharing the pain' dampak kenaikan harga minyak dunia. Skenario itu antara lain bisa melalui pengenaan pajak tambahan, manajemen cost recovery dan perubahan bagi hasil.

"Kalau pemerintah kesulitan, nantinya mungkin bisa makin sulit. Harusnya mereka ikut kontribusi bagaimana menyelesaikan masalah keekonomian. Misalkan dengan pajak tambahan dan manajemen cost recovery," kata Kepala BP Migas R Priyono di Gedung Patra Jasa, Jakarta, Jumat (13/6/2008).

Alternatif pengenaan pajak tambahan antara lain berupa pajak ekspor. Sementara manajemen cost recovery yang disiapkan antara lain dengan mekanisme batas atas.

Untuk alternatif hasil hasil atau split, menurut Priyono karena terkait dengan kontrak, maka ini adalah pilihan terakhir pemerintah.

"Kalau yang berhubungan dengan kontrak, itu pilihan terakhir," katanya.

Namun Priyono menegaskan, pihaknya hanya menyediakan alternatif-alternatif skenario. Skenario tersebut kemudian akan di bahas bersama Departemen Keuangan, dan keputusan akan diambil di tingkatan menteri.

"Ada beberapa alternatif, tapi nanti itu keputusan menteri. Kita bicarakan juga ke perusahaan minyak, mana yang bisa diterima. Menkeu yang lihat skenario secara keekonomiannya," katanya.

Sementara Presiden Direktur Chevron Pasific Indonesia Suwito Anggoro menyatakan sebenarnya saat ini para kontraktor sudah 'sharing the pain' karena sistem kontrak yang berupa Production Sharing Contract.

"Selama ini kita sudah sharing. Bukan hanya sharing the pain, tapi sharing success and risk, karena kontraknya kan PSC," jelas Suwito seraya menambahkan akan menyerahkan keputusan pada pemerintah.

2 comments:

Anonymous said...

nice post :)
saya tidak terlalu tahu tentang istilah ini, tapi apakah selama ini sistem bagi hasil minyak di Indonesia benar2x dalam bentuk hasil penjualan minyak mentahnya??Saya berpikir dengan porsi 85 : 15, negeri ini kok masih susah, atau jangan2x negara hanya terima pajaknya saja..

Mohon koreksi dan pencerahan

Terima Kasih

Gamil Abdullah said...

Menurut saya sih yg merasa 'pain' akibat kenaikan harga minyak itu ya bangsa Indonesialah, bukan KKKS, sebab sebagaimana kita ketahui sudah sejak th 2004 Indonesia sudah jadi net-importer. Kalo yang namanya KKKS kan selagi kontraknya cost recovery ya fine2 aja. Klo harga minyak naik ya net contractor take-nya akan naik, begitu gampangnya. Mestinya jgn dipakai istilah 'sharing the pain', tapi 'sharing excessive profit' sesuai dgn istilahnya bung Benny. Soalnya ntar KKKS-nya bilang "yang ngerasa sakit kan bukan gua", hehehe....