Kalau kita baca artikel di koran2 beberapa waktu lalu, banyak headline yang bunyinya: “kontrak blok natuna - 0% buat negara”, sekarang coba kita gali lebih dalam headline tersebut.
Kita tentu sangat familiar dengan angka keramat, “bagi hasil” minyak 85 : 15, gas 70 : 30. Disini yang penting dipahami adalah: angka keramat tersebut adalah “after tax profit split”, jadi komponen pajak sudah masuk disana. Pertanyaannya: gimana menghitung before tax profit split?, gampang, yang penting tahu dulu berapa besar tax-nya?. Untuk kasus kita, pajak PSC juga berubah ubah, lihat tabel berikut:
Kita tentu sangat familiar dengan angka keramat, “bagi hasil” minyak 85 : 15, gas 70 : 30. Disini yang penting dipahami adalah: angka keramat tersebut adalah “after tax profit split”, jadi komponen pajak sudah masuk disana. Pertanyaannya: gimana menghitung before tax profit split?, gampang, yang penting tahu dulu berapa besar tax-nya?. Untuk kasus kita, pajak PSC juga berubah ubah, lihat tabel berikut:
Untuk menghitung before tax profit split, maka dilakukan gross-up (istilahnya demikian). Misalnya untuk contractor, besarnya before tax profit split = after tax profit split / (1 – tax).
Jadi untuk gas misalnya, after tax profit oil split = 70 : 30, maka before tax profit split = 30% / (1 - 44%) = 53.5% (lihat gambar dibawah).
Sekarang kita asumsi, before tax profit split = 100% buat contractor (IOC), maka dengan perhitungan yang sama kita peroleh bahwa after tax profit split = 44 : 56 ( pemerintah 44%, IOC atau contractor 56%).
Nah kalau after tax profit split-nya kaya gini, artinya: profit oil akan masuk ke IOC semua, pemerintah nggak dapet bagian dari profit oil. Contractor (nantinya) akan bayar tax sebesar 44%, sengaja saya selipkan kata (nantinya), karena bayar tax kalau udah dapet income, jadi di tahun awal, tax ya belum bayar… Jadi kira kira gitu yang dimaksud sama headline koran koran tersebut.
Kalau untuk oil gimana ceritanya? Ya samalah, lihat gambar dibawah:
Ceritanya pernah ada yang IOC yang minta insentif, karena kurang ekonomis, dia ngusul supaya split diubah (dalam kasus ini minyak) jadi 40 : 60 (40% pemerintah : 60% kontraktor). Ini jelas usul ngawur, saya bilang ente sama aja ngemplang pajak, wong pajaknya 44%, kalau minta split segitu, udah profit oil ente ambil semuanya (100%), pajak maunya cuma bayar 40% - ya kira kira dong , ini win- win apa malak, emangnya government sinterklas!.
Ada temen yang nanya, gimana kalau pajaknya kita naikin? Masalahnya gini, selama angka keramatnya nggak diubah, apa ada manfaatnya naikin pajak?. Gini ilustrasinya: pajak katakanlah dinaikin jadi 50%, karena angka keramat nggak diubah (85:15 oil, 70:30 gas), yang ada akhirnya, contractor before tax profit split-nya jadi naik, nggak ngaruh buat kontraktor (IOC), malah seneng kali, karena seolah olah dia bayar pajak lebih gede, tapi (ujung2 nya) - hitungan akhir tetap angka keramat tadi. Kalau tax diturunin gimana?, coba tanya mau nggak contractor, nggak maulah mereka, bisa bisa mereka kena tax tambahan di home country-nya sana, karena solah seolah dia bayar pajak lebih kecil disini.
Jadi moral ceritanya gini, kalau tax-nya 44%, maka split 44 : 56 akan memberikan profit oil 100% buat contractor. Tergantung dikontraknya, kalau tax 48%, maka split 48 : 52 akan memberikan 100% profit oil buat IOC. Jadi pemerintah emang nggak dapet apa apa dari profit oil. Kan dapet tax 44%?, iya bener, tapi kapan?, kalau cost nya gede banget, gross revenue ternyata nggak sesuai harapan, kapan bayar pajaknya?.
Agak aneh juga kalau ada kontrak PSC - profit oil-nya nol, kalau yang namanya PSC, pasti adalah pembagian profit oil (antara HC dengan IOC), karena memang itulah spiritnya. Kalau nggak ada pembagian profit oil, cuma bayar tax doang, apa masih pantes disebut PSC…. Sistem Concession aja - disamping bayar tax, IOC masih bayar royalty juga lho.
2 comments:
Satu yang terlewat Cost recovery.
Profit split yang ada ini after cost. Kalau costnya sudah 50%-70% dari oil price maka siapa yang mengambil untung ?
Model2 perusahaan multi yang juga pemilik services (memilki Rig dll).
Bolehlah kita tidak usah perusahaan yang sama tetapi kalau negara yang sama pun sama saja penghasilan minyak dari segi EP tidak masuk ke negara tuan rumah.
Bagaimana kalau cost recovery ini kita buang saja ?
Mas Vicky,
Cost recovery dibuang? lha terus gimana? jujur saya bingung nih he he... Secara mekanisme nggak ada yang salah dengan cost recovery, wajar dong, ada orang investasi, begitu menghasilkan, biayanya dikembaliin... nothing wrong!
Yang penting itu gimana "mengawal" cost recovery. Kalau mau boleh aja pake cost recovery limit, pasti IOC teriak, wah ini disinsentif segala macem.. ya begitulah - that's life!
Post a Comment