Hari Jumat tanggal 12 Januari ada undangan rapat, ini rapat pertama tahun ini, yaitu kunjungan team IEA ke kantor, ini kunjungan rutin sebenarnya, sekaligus presentasi dan koordinasi rencana workshop gabungan tahun 2007. Bagi yang belum familiar, IEA adalah International Energy Agency markasnya di Paris, anggotanya 26 negara, dari 26 negara tersebut semuanya anggota negara negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), yang jumlahnya 30 negara. Diantara anggota OECD yang nggak masuk list IEA ada 4 negara, yaitu: Meksiko, Iceland, Polandia dan Slovakia. Sebagian besar IEA/OECD ini anggotanya negara Eropa, diluar Eropa ada: Australia, Jepang, Korea Selatan, Turki, US dan Canada. Kerjaan IEA ini utamanya sebagai “penasehat kebijakan energi” negara negara tersebut, nggak heran kalau IEA ini tentunya organisasi yang disegani.
Karena punya kepentingan yang sama, maka OPEC dan IEA ini mempunyai hubungan yang dekat. Apalagi sekretariat OPEC punya kerjaan yang mirip dengan yang dikerjain IEA, seperti melakukan kajian: supply-demand, energy policy, energy environment, technology & economics, etc. Di Sekretariat sini nggak melulu focusnya ke oil, energi lainnya tentu dikaji juga karena pada gilirannya forecast supply demand energi ini outputnya berupa “energy mix” atau portfolio energi yang tentunya nggak cuma minyak dan gas.
Salah satu agendanya adalah presentasi IEA mengenai produk andalannya yang keluar tiap tahun, tentu yang paling baru ini untuk tahun 2006, judulnya World Energy Outlook 2006, bukunya dijual dengan harga 150 euro, lumayan mahal, kalau mau sekedar lihat ringkasan eksekutifnya ada disini.
Karena punya kepentingan yang sama, maka OPEC dan IEA ini mempunyai hubungan yang dekat. Apalagi sekretariat OPEC punya kerjaan yang mirip dengan yang dikerjain IEA, seperti melakukan kajian: supply-demand, energy policy, energy environment, technology & economics, etc. Di Sekretariat sini nggak melulu focusnya ke oil, energi lainnya tentu dikaji juga karena pada gilirannya forecast supply demand energi ini outputnya berupa “energy mix” atau portfolio energi yang tentunya nggak cuma minyak dan gas.
Salah satu agendanya adalah presentasi IEA mengenai produk andalannya yang keluar tiap tahun, tentu yang paling baru ini untuk tahun 2006, judulnya World Energy Outlook 2006, bukunya dijual dengan harga 150 euro, lumayan mahal, kalau mau sekedar lihat ringkasan eksekutifnya ada disini.
Keuntungannya kita disini, bisa denger presentasi dan diskusi langsung dengan team IEA yang bikinnya, mengenai apa, mengapa dan bagaimana metodologi dan skenario, etc.. Kalau ngomong2 produk andalan, kalau IEA punya WEO, maka OPEC punya LTS (Long Term Strategy), isinya mengenai strategi jangka panjang, dan tentu fokusnya ke skenario perkiraan supply vs. demand oil kedepan. Bisa di download disini.
Presentasi IEA dimulai dengan reference scenario, jadi ceritanya IEA ini buat skenario ini dulu, ya dimulailah presentasi mengenai proyeksi permintaan energi sampai tahun 2030, tidak ada hal yang baru disini, spt kita ketahui: oil, gas dan coal tetap akan memainkan peranan utama. Sementara dari sisi pasokan, kenaikan pasokan utamanya akan datang dari negara negara OPEC khususnya: Saudi, Iran dah Irak. Sedangkan untuk coal, permintaan dunia akan meningkat utamanya oleh China, jadi proyeksi nanti China akan banyak menggunakan coal, kemudian dibahas juga masalah lingkungan seperti: emisi carbon dan lain lain. Pada bagian kesimpulan untuk reference scenario ini, intinya: ada ancaman dari sisi pasokan karena pasokan non OPEC sudah mencapai puncaknya, sedangkan kenaikan produksi hanya terkonsentrasi pada segelintir negara saja.
Kemudia IEA ini membuat skenario baru lagi yang mereka sebut sebagai alternative policy scenario, skenario baru ini semangatnya adalah teknologi efisiensi. (karena efisiensi tersebut) maka proyeksi impor minyak dari negara negara OECD akan turun sampai 5 juta barrel per hari dibanding reference scenario mereka sebelumnya.
Seperti biasa pada sesi tanya jawab berlangsung cukup alot, khususnya mengenai alternative policy scenario ini, timbul pertanyaan dari kolega saya disini, pertama mengenai seberapa indenpenden kajian ini dari intervensi negara anggota OECD, jangan jangan ini ada unsur pesanan. Tentu saja boss-nya IEA Mr. Mandill mengelak kemungkinan tekanan ini, walaupun menurut mereka studi ini tetap dibawah koordinasi negara anggota.
Buat sebagian kolega disini, alternative policy scenario agak terlalu ambisius khususnya asumsi mengenai peranan teknologi effisiensi sampai tahun 2030 yang dapat menekan penggunaan energi sampai begitu besar. Jadi IEA (menurut kolega saya) agak terlalu optimistis. Tentu kita tidak harus sepakat dalam hal ini, artinya boleh boleh aja IEA berpendapat demikian, tapi skenario tersebut sebenarnya bisa bahaya juga, khususnya buat investasi di sektor minyak. Kalau memang mau mengacu ke alternative policy scenario, tentu negara producen minyak jadi mikir, mereka akan membuat investasi jangka panjang khan sesuai perkiraan permintaan (demand). Kalau ternyata nanti efisiensi kurang berhasil alias memble, atau skenarionya IEA ngawur, bisa jadi setelah 2030, akan terjadi kekurangan pasokan minyak lagi. Jadi ya mesti hati hati juga dengan skenario mereka, bisa bisa mengancam keamaman sistem energi mereka juga akhirnya…
Presentasi IEA dimulai dengan reference scenario, jadi ceritanya IEA ini buat skenario ini dulu, ya dimulailah presentasi mengenai proyeksi permintaan energi sampai tahun 2030, tidak ada hal yang baru disini, spt kita ketahui: oil, gas dan coal tetap akan memainkan peranan utama. Sementara dari sisi pasokan, kenaikan pasokan utamanya akan datang dari negara negara OPEC khususnya: Saudi, Iran dah Irak. Sedangkan untuk coal, permintaan dunia akan meningkat utamanya oleh China, jadi proyeksi nanti China akan banyak menggunakan coal, kemudian dibahas juga masalah lingkungan seperti: emisi carbon dan lain lain. Pada bagian kesimpulan untuk reference scenario ini, intinya: ada ancaman dari sisi pasokan karena pasokan non OPEC sudah mencapai puncaknya, sedangkan kenaikan produksi hanya terkonsentrasi pada segelintir negara saja.
Kemudia IEA ini membuat skenario baru lagi yang mereka sebut sebagai alternative policy scenario, skenario baru ini semangatnya adalah teknologi efisiensi. (karena efisiensi tersebut) maka proyeksi impor minyak dari negara negara OECD akan turun sampai 5 juta barrel per hari dibanding reference scenario mereka sebelumnya.
Seperti biasa pada sesi tanya jawab berlangsung cukup alot, khususnya mengenai alternative policy scenario ini, timbul pertanyaan dari kolega saya disini, pertama mengenai seberapa indenpenden kajian ini dari intervensi negara anggota OECD, jangan jangan ini ada unsur pesanan. Tentu saja boss-nya IEA Mr. Mandill mengelak kemungkinan tekanan ini, walaupun menurut mereka studi ini tetap dibawah koordinasi negara anggota.
Buat sebagian kolega disini, alternative policy scenario agak terlalu ambisius khususnya asumsi mengenai peranan teknologi effisiensi sampai tahun 2030 yang dapat menekan penggunaan energi sampai begitu besar. Jadi IEA (menurut kolega saya) agak terlalu optimistis. Tentu kita tidak harus sepakat dalam hal ini, artinya boleh boleh aja IEA berpendapat demikian, tapi skenario tersebut sebenarnya bisa bahaya juga, khususnya buat investasi di sektor minyak. Kalau memang mau mengacu ke alternative policy scenario, tentu negara producen minyak jadi mikir, mereka akan membuat investasi jangka panjang khan sesuai perkiraan permintaan (demand). Kalau ternyata nanti efisiensi kurang berhasil alias memble, atau skenarionya IEA ngawur, bisa jadi setelah 2030, akan terjadi kekurangan pasokan minyak lagi. Jadi ya mesti hati hati juga dengan skenario mereka, bisa bisa mengancam keamaman sistem energi mereka juga akhirnya…
No comments:
Post a Comment