Sunday, May 04, 2008

harga minyak?

Sebetulnya paling males menganalisa harga minyak pada saat seperti ini, ketika harga minyak mencapai level yang tidak pernah diduga, dan arahnya juga nggak ketahuan, mau terus naik sampai mentok?.. masalahnya mentoknya ini kita juga nggak tahu kapan dan berapa.

Tapi sekedar untuk menambah wacana dan bahan diskusi warung kopi, bolehlah kita menebak nebak arah anginnya kemana. Sebagaimana sudah banyak dibahas di mass media, ada banyak faktor yang membuat harga minyak naik: utamanya belakangan ini karena melemahnya nilai tukar US dollar, meningkatnya tekanan inflasi dan tentu saja seperti sering kita bahas yaitu meningkatnya biaya di sektor hulu migas. Kita juga tidak boleh lupa bahwa ada istilah minyak itu adalah emas hitam, dan sepertinya memang demikian karena seperti halnya emas, minyak kini jadi komoditas alternatif untuk investasi manakala inflasi meningkat atau nilai tukar melemah (sebagai bagian dari strategi lindung nilai).

Karena biaya kegiatan hulu meningkat, supply cost jadi naik (definisi detail supply cost lihat posting saya sebelumnya). Supply cost ini merupakan basis bagi pembentukan harga minyak. Katakanlah ini semacam harga minimum. Beberapa publikasi menulis, saat ini supply cost berkisar antara 50 - 60 USD per barrel (ini rata rata beberapa analis atau publikasi, tentu ada yang diatas dan dibawah range tersebut). Berapa harga minyak yang akan terjadi dipasar, secara teori akan berada diatas supply cost ini. Proses terbentuknya harga minyak selanjutnya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Faktor fundamental ini yang akan membuat harga minyak berfluktuasi, tapi fluktuasinya mestinya “dalam batas batas yang wajar“. Untuk kondisi saat ini katakanlah range-nya 10 an USD per barrel. Dengan demikian, seyogyanya harga minyak itu ya sekitar “supply cost” ditambah dengan efek faktor fundamental tadi. Kira kira 70 – 80 USD per barrel lah..

Problemnya ada fator lain diluar dua yang disebut tadi, yaitu: non fundamental, antara lain: spekulasi, geopolitik, ekonomi global (misalnya: melemahnya nilai tukar dolar amrik), inflasi, masalah di downstream, ketakutan akan menurunnya pasokan dan lain lain. Nah faktor ini yang membuat harga menjadi diatas 80 dan entah sampai berapa…

Bagaimana menebak trend kedepan? Ini sulit dan hampir nggak ada yang bisa, cuma sekedar teori, kira kira begini: pertama kita harus membuat skenario apa yang akan terjadi, katakanlah ada dua skenario, yang pertama: terjadi resesi ekonomi, akibatnya permintaan menurun. Apa yang akan terjadi? harga minyak akan turun, sampai berapa?, rasanya nggak akan kembali ke era 40 an dolar per barel lagi, paling tidak turun menyentuh dasarnya yaitu “supply cost” tadi. Apa iya permintaan akan turun?, ya bisa saja, untuk negara negara konsumen besar yang petroleum products-nya ikut harga pasar global, kalau harga naik terus tentu nggak kuat juga konsumennya, mereka harus mikir gimana caranya menurunkan konsumsi, proyek2 ditunda, etc. Tentu ada masalah untuk negara2 yang harganya nggak ikut pasar alias diatur sama pemerintah. Skenario kedua: kekurangan pasokan, nah ini yang bikin harga bertahan diatas 100, dan bisa jadi (akan) dan terus merambah naik apalagi bila faktor non fundamental ikut bermain...

Idealnya kita bisa membuat model simulasi yang memasukkan semua parameter, masalahnya mengkuantifisir faktor non fundamental hampir tidak mungkin dilakukan.

Kalau dipaksa nebak gimana? Saya pribadi cenderung sependapat dengan salah satu publikasi yang cukup beken, menurut mereka kira kira begini: untuk skenario yang kekurangan pasokan tadi, maka harga minyak rata rata sepanjang tahun sampai 2009 sekitar 115 – 125. Ini harga rata rata bisa saja ada satu dua hari harga melonjak jadi 150, tapi rata rata bulanan, ya sekitar itu. Sedangkan, kalau terjadi skenario yang satunya lagi (resesi kemudian permintaan menurun) maka harga minyak akan drop sampai 70. Tentu ada juga skenario diantara dua ekstrim, yaitu antara 90 – 110. Harga harga ini untuk harga minyak WTI.

Ibarat analisa pengamat sepakbola, cerita (boleh) panjang lebar, analisa sana sini, tebak score. Selanjutnya? tunggu ajalah sampai pertandingan berakhir….

6 comments:

Kelompok Belajar Jakarta Pusat said...

Pak Benny, saya baru saja menemukan laman ini dan saya tertarik dengan tulisan-tulisannya. Sangat informatif terutama untuk pemerhati masalah migas. Saya belum mengeksplorasi laman ini secara lebih mendalam oleh karena itu saya ingin bertanya apakah Bp punya data periode-periode kenaikan harga BBM di Indonesia dan berapa besar kenaikannya? Saya tertarik untuk melihat dampaknya ke perekonomian, setiap terjadi kenaikan harga BBM dengan besarannya? Apakah bisa kita ambil suatu benang merah untuk pelajaran ke depan. Terima kasih sebelumnya.

Salam,

Ari

Unknown said...

Oom Benny,
Menurut koran lokal di negara teluk beberapa hari yg lalu, katanya negara Barat sudah siap mengantisipasi harga minyak dikisaran US$150 - US$200 / barrel akhir tahun ini, apabila negara teluk sbg produser terbesar di OPEC tidak mau menambah pasokan. Menurut perhitungan mereka, uang yg dipreoleh dgn harga sekarang , nilainya sama dgn thn 80-90an bhb semua barang kena inflasi sehingga cost juga semakin mahal (terutama Rig cost, dan material).


Salam
DW Zen

Benny Lubiantara said...

Mas Ari,

Mohon maaf, Saya nggak punya data yang Anda maksud. Tks

Benny Lubiantara said...

Pak Zen,

Kalau kita cuma lihat faktor inflasi, maka harga minyak US$ 100 per barrel, sudah sedikit lebih tinggi dari harga minyak era 80 - 90 (yang pernah peak sekitar US$ 35 per barrel). Kalau di kombinasi dengan pengaruh nilai tukar, maka harga minyak 100 ini, sama dengan harga minyak tahun 80 - 90an. Dengan harga yang sekarang bergerak diatas 100, kita sebenarnya sedang menuju harga minyak tertinggi sepanjang sejarah......

mengenai koran dan komentator, biasalah kaya gitu, tergantung kepentingan yang ngomong... Toh kalau salah tebak nggak ada yang protes. Kalau pas lagi lucky tebakan kena, dianggap pahlawan.. nothing to loose..

Anonymous said...

Pak Benny,

saya analyst untuk industri oil and gas. Kalau boleh tanya, "Bagaimana perlakuan untuk interest loan"?

atas apa saja kah yang boleh dimasukkan, dan dapat di-approve sebagai cost recovery? Working capital? operating expense? bagaimana dengan biaya akuisisi oil field, apakah boleh?

Dan sampai seberapa besar?

pada aktualnya, apakah pemerintah benar-benar menyetujui?

Juga saya dengar-dengar akan ada peraturan pemerintah baru mengenai masalah ini.

Mohon sekali bantuannya dan bimbingannya.

Terima kasih.
karin

Benny Lubiantara said...

mbak Karin,

Interest loan yang didapat kontraktor tidak bisa di recover sebagai Operating Cost. Disini yang dimaksud "Operating Cost" adalah: current year Non capital cost, current year depreciation dan prior years unrecovered cost.

Namun Kntraktor boleh mengajukan persetujuan untuk me recover biaya yang berhubungan dengan "financing" terkait dengan aktivitas hulu migas. Kalau ini disetuji tentu interest loan tersebut bisa di recover. Sampai berapa besar? ya tergantung disetujui nanti (kalau disetujui tentunya).

Biaya akuisisi tidak masuk cost recovery.

PP cost recovery saya kurang tahu bagaimana cerita selanjutnya, yang jelas khan sudah ada list sekian item item yang tidak boleh masuk cost recovery.

Rgds,
benny