Monday, July 24, 2006

Upstream cost? - naik euy..

Naiknya harga minyak ternyata memicu juga kenaikan biaya biaya di sektor hulu migas (biar pendek, sebut saja upstream cost), sebelum ngomong lebih jauh, kita masuk definisi dulu, biar punya bayangan yang sama mengenai makhluk yang sedang kita bicarakan.

Pertama, biaya eksplorasi (exploration cost) atau (kadang kadang) disebut juga finding cost, itu komponennya apa aja ya?, yang pasti biaya yang terjadi pada phase explorasi antara lain: biaya seismik, biaya pemboran (baik sumur eksplorasi maupun sumur appraisal) dan biaya lain tergantung lokasi offshore atau onshore.

Kedua, biaya pengembangan (development cost), apa aja?, ya biaya ngebor sumur pengembangan, biaya fasilitas (platform, pipeline), biaya peralatan pemisahan (processing), itu yang lagi inget dikepala, kalau ada yang lupa, tolong tambahin deh.., nah ada juga istilah F&D cost, tak lain gabungan antara kedua biaya diatas, jadi nggak usah bingung kalau ada istilah F&D, bukan food & drug he he! Tapi jangan bingung juga, ada beberapa buku atau tulisan, menyatakan finding cost itu udah masuk exploration cost dan development cost, jadi ggak pake istilah F&D cost, karena asumsinya exploration khan belum tentu ketemu, gitu ceritanya, ya susahlah nyeragamin istilah, yang penting, kalau ngomong, apa yang dimaksudkan jelas, apalah arti sebuah nama?.

Ketiga, biaya produksi (production cost) istilah lainnya lifting cost, yaitu biaya biaya untuk “ngangkat” migas dari bawah sono.., apa aja?, wah banyak euy, antara lain aja ya, biaya tenaga kerja, supervisi, repair dan maintenance, bahan bakar, administrasi, terakhir, dan lain lain, gampang khan? kalau pas lupa, tinggal bilang, dan lain lain..he he.

Biaya biaya tersebut dinyatakan dalam USD per barrel bisa juga dalam USD/boe – barrel oil equivalent supaya mempunyai arti, jadi: berapa biaya biaya yang kita keluarkan untuk memperoleh cadangan tambahan (additional reserves). Kalau kita bicara geographi, coba siapa yang sekarang paling murah F&D cost nya? – iya bener mas, nggak susah nebaknya, siapa lagi kalau bukan negara paling kaya minyak Saudi Arabia, yang paling mahal sapa?, itu lho Gulf of Mexico sana, North Sea juga gede F&D nya, kita gimana mas?, kita kelas menengahlah, nggak masuk yang rendah, cuma belum masuk yang tinggi tinggi banget. Harus diingat bahwa nggak melulu daerah sulit, F&D cost pasti gede, bisa aja lebih kecil karena cadangannya gede juga, inget khan satuannya USD/Boe.

Kok biaya upstream naik ya ?

Iya dong, harga sewa rig naik, susah khan cari rig sekarang, ngantri semua pada kebelet mau ngebor, nggak heran perusahaan jasa sewa rig sekarang lagi diatas angin, biaya jasa nya juga naik, makanya drilling engineer jadi mahal bayarannya, duh dulu kenapa nggak ngambil drilling ya, tapi resikonya khan gede juga, kaya kasus lumpur panas di Jatim itu lho, kasihan teman teman drilling, mereka khan sahabat kita juga, sabar aja ya mas, ya namanya juga sedang mengalami cobaan!

Sebab lainnya lagi apa ya?, ya macem macem, biaya raw material termasuk baja naik kabeh, ditambah lagi (ini penting nih), ternyata kinerja lapangan yang diharapkan tidak sebaik yang diperkirakan, artinya perkiraan cadangannya lebih rendah lagi, ya otomatislah F&D cost juga jadi naik.

Apa implikasi naiknya upstream cost?, kalau kita melihat dari perspektif IOC, kita bicara masalah strategi investasi, dengan adanya resiko fluktuasi harga minyak, tentu wilayah atau negara dimana F&D cost tinggi akan lebih sensitif terhadap parameter keekonomiannya.

Kaitan dengan jenis petroleum contractnya ada nggak ya kira kira?

Ada studi menarik yang dilakukan oleh kolega saya (orang Kuwait) disini, dia melakukan studi hubungan antara F&D cost dengan jenis jenis kontrak, hasilnya menarik walaupun bukan suatu yang mengejutkan, dia membagi tiga klasifikasi cost, yaitu: low cost, medium cost dan high cost, berdasarkan database upstream cost around the world dan analisa statistik, selanjutnya dia buat pengelompokan: low cost kurang dari 4.65 $/bbl, medium cost antara 4.65 sampai 8.5 $/bbl dan high cost diatas 8.5 $/bbl. Ternyata negara negara yang masuk kelompok low cost cenderung menggunakan tipe Service Contract, yang medium sebagian besar menggunakan PSC dan beberapa menggunakan Royalty /Tax (R/T), sedangkan yang high cost umumnya menggunakan sistem Royalty/Tax. No surprise!, Indonesia masuk mana, dari studinya dia, kita masuk medium cost, walaupun udah mepet deket deket high cost. Gitu dah!

No comments: