Sunday, August 27, 2006

Harga minyak, kok naik?

Belakangan kok saya sering pakai kata kata yang ada “kok” nya, ini mungkin pengaruh anak saya (shakila, 2 tahun), dia kalau protes pasti mulai dengan kok, film di TV bukan kartun, pasti dia protes: “kok gitu?” (maksudnya kok nggak kartun), rotinya dikasih coklat meses kurang banyak, pasti protes: ”kok gini?”.. ya jadi saya ikut ikutan banyak pakai kok, he he intermezzo dulu broer…!

Ok, kembali ke topik kita, "kena apa sich kok harga minyak naik (terus)?", ini khan urusannya supply vs demand, kalau demand naik, ya tambah aja pasokan (supply), gampang aja!. Ternyata, in reality, nggak semudah itu broer, banyak faktor kait mengkait yang membentuk harga minyak, kita mulai yang umum umum dulu ya, yang (mungkin) sebagian kita udah paham. Pertama, dari sisi permintaan, tentu saja harga minyak naik, karena adanya pertumbuhan ekonomi, kaya orang aja, “mau tumbuh” khan perlu energi dong, energinya ya dominannya apalagi kalau bukan minyak, pertumbuhan ekonomi ini khususnya Asia (utamanya China dan juga India), terus ada juga seasonal demand, urusannya dengan musim winter, summer dan jangan lupa juga level persediaan minyak (commercial oil inventory) di masing masing negara.

Kalau dari pasokan gimana?, ya biasalah, masalah geopolitik, kalau ada “ribut ribut” di timur tengah khususnya, otomatis orang orang mulai was was akan terjadinya penurunan pasokan, pokoke yang ada urusan sama politik, termasuk model model kaya sabotase gitu gitu, contohnya yang di nigeria, itu juga mengurangi pasokan, lain lagi? bencana alam kaya badai, hurricane, Katrina, etc, terus? ya natural decline, alamiah, lapangan itu khan kalau nggak ada usaha usaha, akan turun produksinya secara alamiah.

Biasanya kita khan menyoroti kenaikan harga minyak dari hal hal tersebut diatas, sebenarnya yang ingin saya diskusikan tuh, ada faktor lain yang secara tidak langsung (ikut) menyemarakkan harga minyak sehingga tetap tinggi, yang terus terang, dulunya saya juga nggak ngeh bener, baru belakangan setelah baca baca, denger denger orang presentasi, ikut ikut seminar, bergaul sama pakar, baru agak nyambung, kalau nggak tuh, saya suka ngeledekin diri saya sendiri: “jaka sembung membawa golok, nggak nyambung, go-blog…” he he!.

Apa sich factor lain yang juga berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak?, seperti biasa, sebelum kesana, kita masuk latar belakang dulu, untuk paham, kita harus tahu dulu "supply chain" bisnis migas, mulai dari: upstream, downstream (kadang kadang ada yang pake istilah midstream antara dua stream tersebut) dan marketing. Marketing disini bisa produk upstream langsung (crude) bisa juga downstream produk berupa produk hasil pengilangan (petroleum products).

Nah, dalam mata rantai ini, downstream dan marketing ini berpengaruh juga akhirnya ke supply demand crude, yang ujung ujungnya ke harga crude, gimana?, oke, kita lihat satu satu, mulai dengan downstream dulu ya, lihat gambar:



Sumber: Ini situsnya

Seperti kita lihat pada gambar diatas, sebelum jadi petroleum products, seperti: naphta, gasoline, kerosene, fuel oil, etc, minyak mentah (crude) harus masuk kilang dulu untuk di proses. Masalahnya, konfigurasi kilang itu juga macem macem, ada yang simpel, ada yang komplek. Lihat gambar yang bawah ini lebih jelas;


Sumber: ini situsnya!

(Berhubung saya bukan orang downstream, jadi kalau kurang kurang dikit, mohon ditambahkan), kilang yang simpel itu hanya terdiri dari crude distillation tower dengan hanya sedikit atau tidak ada sama sekali kapasitas konversi (lihat gambar), sedangkan kilang yang lebih komplek itu punya secondary processing yang bertujuan untuk meningkatkan output yang berupa produk yang lebih ringan dan sedang (light & medium products) dan mengurangi atau mengeliminasi sama sekali produk heavy fuel oil.

Nah, masalah utama sekarang ini, global refining capacity ternyata nggak cukup, salah satunya karena memang investasi di kilang ini relatif sedikit di masa lalu, bisa macem macem sebabnya: mulai dari masalah lingkungan, banyak negara yang nggak mau bangun kilang, khususnya negara maju, tentu juga masalah keekonomian proyek, margin proyek tidak terlalu menarik. Jadi nggak usah heran kalau saat ini ada masalah kapasitas.

Selain masalah kapasitas, ternyata ada juga masalah kompleksitas, akibat terjadi ketidakseimbangan permintaan petroleum products, secara global terjadi peningkatan permintaan untuk light products dalam beberapa tahun terakhir (light products yang dimaksud disini adalah: gasoline, naphtha, kerosene, gasoil), sebaliknya permintaan heavy fuel oil relatif turun.

Konfigurasi kilang yang jenis simpel nggak bisa meng-upgrade crude residue menjadi light products, ya namanya juga simpel. Terus? yang punya kilang lebih punya insentif ekonomis untuk memaksimalkan produksi "light products" ketimbang heavy fuel oil, yang terjadi akhirnya rebutan light crude (minyak mentah ringan). Nah yang jadi masalah itu, tambahan pasokan crude itu sebagian besar jenisnya heavy crude, maka terjadilah surplus "heavy sour crude" sementara defisit "sweet light crude" *). Makanya kalau hitung hitungan volume supply demand crude oil cukup, tapi refinery nggak bisa nampung, ya percuma, permintaan tetap nggak terpenuhi (untuk light crude tentunya!).

*) Sebagai catatan, bagi yang nggak familiar bahwa berat ringannya crude oil biasa diukur dengan satuan API gravity, makin besar API gravity makin ringan minyaknya (light crude), makin rendah API gravity, makin berat minyaknya (heavy crude), kalau sweet dan sour mengacu ke kandungan sulfur dalam crude. Sekedar gambaran aja, karena klasifikasi dari berbagai macam organisasi bisa beda beda dikit, ini ancer ancer aja: API diatas 35 masuk light crude, kurang dari 25 masuk heavy crude, diantaranya masuk golongan medium. Dari sisi kandungan sulfur, bila kandungan sulfur dibawah 0.5% disebut sweet, kalau kandungannya lebih dari atau sama dengan 1% disebut sour. Minyak Brent dan WTI masuk golongan light-sweet, Minas demikian pula, beberapa jenis minyak dari Venezuela, Mexico dan beberapa jenis minyak dari lapangan di Saudi Arabia masuk golongan heavy-sour.

Solusinya? ya gampang aja, bangun kilang kilang baru yang modelnya kompleks atau canggih!, perlu waktu beberapa tahun tentu saja (sebagian sudah mulai jalan proyek pembangunan kilang kilang baru ini..), jadi selama belum online kilang kilang baru ini, ya, bottleneck masih terjadi, kalau pasokan minyak mentah ditambah, tapi jenisnya heavy crude, ya nggak memecahkan masalah. Nah ini yang terjadi saat ini, kalau ada yang bilang terjadi refinery bottleneck, ya kira kira lebih kurang beginilah ceritanya..

Satu lagi apa mas, katanya tadi dua?, futures market!, seperti kita ketahui perdagangan crude itu bisa dalam bentuk: trade movement, bisa langsung "physical" yaitu "spot market", bisa juga diatas kertas, yang disebut “futures market”, yang pingin lebih dalam tahu mengenai futures, kayanya mending beli bukunya deh, he he , ada buku bagus: Hull, J.C, “Options, Futures and Other Derivates”, saya beli udah lama, edisi 1997, mungkin udah ada edisi yang lebih baru. Kalau cari yang gratis, coba ke websitenya NYMEX, banyak materi yang bisa di download khususnya yang terkait dengan energy hedging, disini nih.

NYMEX (New York Mercantile Exchange) dan IPE (International Petroleum Exchange) saat ini merupakan 2 bursa komoditi energi yang terkenal, ada beberapa bursa yang coba bikin, seperti: Singapore (SIMEX), tapi nggak berhasil. Futures contracts di NYMEX antara lain: Light Sweet Crude (WTI), Heating Oi, Unleaded Gasoline, Natural Gas. Sedangkan di IPE, antara lain: Brent, Gas oil dan Natural Gas.

Terus kaitannya apa? singkat ceritanya begini, belakangan ini aktivitas di futures market ini meningkat tajam, banyak investor/hedge fund yang masuk, sehingga tidak mengherankan kalau volume paper trading ini jauh diatas volume physical trading.

Yang namanya futures market, ya harus ada volatility, ini khan jualannya resiko, kalau harga minyak nggak fluktuasi, ya nggak akan ada futures market dong, nggak ada resiko, so?, sebagai komoditi yang paling volatile dibanding komoditi lain, maka crude akan jadi tempat "bermain" investor, fund manager,etc... yang tentu motifnya macem macem, mau ngurangi resiko atau spekulasi?, selama ada spekulasi, ya selama itu pula harga minyak akan fluktuasi...! nah, belakangan, naiknya aktivitas secara signifikan di "paper trading" ini, ditenggarai ikut berperan sebagai penyebab harga minyak yang masih tetap tinggi!

Demikian!

1 comment:

Anonymous said...

Bung Benny,
pencerahan yang sangat..sangat berguna buat saya pribadi, tentu juga buat yg lain. Semoga semakin produktif Bung. God bless you and family. Amin. RA